Kepemimpinan itu seni... Seni itu penuh dengan keindahan
TRAINER HEBAT
TRAINER HEBAT
Senin, 13 Februari 2017
Selasa, 07 Februari 2017
Akhlak Mulia dalam Rumah Tangga
Akhlak Mulia dalam Rumah Tangga
Indahnya rumah tangga
seorang muslim yang memerhatikan akhlak mulia dalam pergaulan suami istri,
sebagaimana rumah tangga Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sehingga
perhatian terhadap kemuliaan akhlak ini menjadi satu keharusan bagi seorang
suami maupun seorang istri. Karena terkadang ada orang yang bisa bersopan santun,
berwajah cerah dan bertutur manis kepada orang lain di luar rumahnya, namun hal
yang sama sulit ia lakukan di dalam rumah tangganya. Ada orang yang bisa
bersikap pemurah kepada orang lain, ringan tangan dalam membantu, suka
memaafkan dan berlapang dada, namun giliran berhadapan dengan “orang rumah”,
istri ataupun anaknya, sikap seperti itu tak tampak pada dirinya.
Menyinggung akhlak
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada keluarganya maka hal ini tidak
hanya berlaku kepada para suami, sehingga para istri merasa suami sajalah yang
tertuntut untuk berakhlak mulia kepada istrinya. Sama sekali tidak dapat
dipahami seperti itu. Karena akhlak mulia ini harus ada pada suami dan istri
sehingga bahtera rumah tangga dapat berlayar di atas kebaikan. Memang suamilah
yang paling utama harus menunjukkan budi pekerti yang baik dalam rumah
tangganya karena dia sebagai qawwam, sebagai pimpinan. Kemudian dia tertuntut
untuk mendidik anak istrinya di atas kebaikan sebagai upaya menjaga mereka dari
api neraka sebagaimana difirmankan Allah Subhanahu wa Ta'ala:
“Wahai orang-orang
yang beriman, jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, yang keras, yang tidak pernah mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
(At-Tahrim: 6)
Seorang istri pun
harus memerhatikan perilakunya kepada sang suami, sebagai pemimpin hidupnya.
Tak pantas ia “menyuguhi” suaminya ucapan yang kasar, sikap membangkang,
membantah dan mengumpat. Tak semestinya ia tinggi hati terhadap suaminya, dari
mana pun keturunannya, seberapa pun kekayaannya dan setinggi apa pun
kedudukannya. Tak boleh pula ia melecehkan keluarga suaminya, menyakiti orang
tua suami, menekan suami agar tidak memberikan nafkah kepada orang tua dan
keluarganya.
Kenyataannya, banyak
kita dapati istri yang berani kepada suaminya. Tak segan saling berbantah
dengan suami, bahkan adu fisik. Ia tak merasa berdosa ketika membangkang pada
perintah suami dan tidak menuruti kehendak suami. Ia merasa tenang-tenang saja ketika hak
suami ia abaikan. Ia menganggap biasa perbuatan menyakiti mertua. Ia tekan
suaminya agar tidak memberi infak pada keluarganya. Ia mengumpat, ia mencela,
ia menyakiti. Istri yang seperti ini gambarannya jelas bukan istri yang
berakhlak mulia dan bukanlah istri shalihah yang dinyatakan dalam hadits
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:
“Sesungguhnya dunia
itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita/istri
shalihah.” (HR. Muslim no. 1467).
Dan bukan istri yang
digambarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Umar ibnul
Khaththab radhiyallahu 'anhuma:
“Maukah aku beritakan
kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan (harta yang disimpan) seorang
lelaki, yaitu istri shalihah, yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila
diperintah akan menaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga harta
dan keluarganya.” (HR. Abu Dawud. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullahu
menshahihkannya di atas syarat Muslim dalam Al-Jami’ush Shahih, 3/57)
Al-Qadhi ‘Iyadh
rahimahullahu menyatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memandang
perlu memberi kabar gembira kepada para sahabatnya tentang perbendaharaan harta
mereka yang terbaik, di mana harta ini lebih baik dan lebih kekal yaitu istri
yang shalihah, yang cantik lahir batin. Karena istri yang seperti ini akan
selalu menyertai suaminya. Bila dipandang suaminya, ia akan menyenangkannya. Ia
tunaikan kebutuhan suaminya bila suami membutuhkannya. Ia dapat diajak
bermusyawarah dalam perkara suaminya dan ia akan menjaga rahasia suaminya.
Bantuannya kepada suami selalu diberikan, ia menaati perintah suami. Bila suami
sedang bepergian meninggalkan rumah, ia akan menjaga dirinya, harta suaminya,
dan anak-anaknya. (‘Aunul Ma’bud, 5/57)
Oleh karena itu, wahai
para istri, perhatikanlah akhlak kepada suami dan kerabatnya. Ketahuilah,
akhlak yang baik itu berat dalam timbangan nanti di hari penghisaban dan akan
memasukkan pemiliknya ke dalam surga, sebagaimana dikabarkan dalam hadits
berikut ini. Abud Darda`z mengabarkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah bersabda:
“Tidak ada sesuatu
yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin kelak di hari kiamat daripada
budi pekerti yang baik. Dan sungguh Allah membenci orang yang suka berkata
keji, berucap kotor/jelek.” (HR. At-Tirmidzi no. 2002, dishahihkan Asy-Syaikh
Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 876).
Abu Hurairah
radhiyallahu 'anhu berkata:
“Rasulullah ditanya
tentang perkara apa yang paling banyak memasukkan orang ke dalam surga. Beliau
menjawab, ‘Takwa kepada Allah dan budi pekerti yang baik.’ Ketika ditanya
tentang perkara yang paling banyak memasukkan orang ke dalam neraka, beliau
jawab, ‘Mulut dan kemaluan’.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 289,
At-Tirmidzi no. 2004, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam
Shahih Al-Adabil Mufrad).
Bagi para suami
hendaknya pula memerhatikan pergaulan dengan istrinya karena Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
“Mukmin yang paling
sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baik kalian
adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya.” (HR. At-Tirmidzi no. 1162. Lihat
Ash-Shahihah no. 284).
Langganan:
Postingan (Atom)