TRAINER HEBAT

TRAINER HEBAT

Rabu, 30 Oktober 2013

MODEL KOMUNIKASI RASULULLAH SAW



MODEL KOMUNIKASI RASULULLAH SAW
@akhirudindc

Seorang pemuda setengah berlari menghampiri Rasulullah SAW. Saat sudah di hadapan Rasulullah, pemuda ini menyatakan keinginannya untuk masuk Islam. Karena sebelumnya sudah terbiasa berzina, pemuda ini meminta izin kepada Rasulullah agar tetap memperbolehkan dirinya berzina. Rasulullah sangat senang mendengar keinginan pemuda itu masuk Islam. Rasulullah pun tidak marah atas permintaan nyeleneh dari pemuda itu. Dengan lemah lembut Rasulullah berdialog dengan pemuda itu, “Anak muda, sukakah engkau kalau itu terjadi pada ibumu?” Pemuda menjawab, “Tidak!” Rasulullah meneruskan, “Demi Allah demikian pula dengan manusia lainnya, seluruhnya tidak suka zina itu terjadi pada ibu-ibu mereka.” Beliau bertanya lagi, “Sukakah kalau itu terjadi pada anak perempuanmu?” Pemuda itu menjawab seperti tadi. Demikian juga saat Rasulullah bertanya jika itu terjadi pada saudara perempuan dan bibinya. Lalu Rasulullah SAW meletakkan tangannya di atas bahu pemuda itu sambil berdoa, “Ya Allah, sucikanlah hati pemuda ini. Ampunilah dosanya dan peliharalah dia dari zina.” Sejak peristiwa itu, tidak ada perbuatan yang paling dibenci oleh pemuda itu selain zina.

Rasulullah adalah komunikator terbaik, karena itulah nilai-nilai Islam yang merupakan hasil komunikasi yang dilakukan Beliau bertahan abadi hingga ke kita, bahkan hingga akhir zaman. Kemampuan komunikasi dengan gaya tenang, sopan, fasih, lemah lembut, dan secukupnya adalah gambaran bahwa Rasulullah sebagai orang yang sangat cerdas. Berbagai karakter dan profesi orang dapat dipengaruhi secara positif oleh Beliau, hingga tokoh politikus, pedagang, orang kaya, fakir miskin, preman, budak, dan sebagainya masuk Islam. Setiap karakter dan profesi seseorang diajak komunikasi oleh Rasulullah sesuai kondisi, profesi, dan karakternya. Yang paling penting, komunikasi yang dilakukan Beliau adalah komunikasi yang menyertakan hati, yakni pendekatan, kesetaraan, dilandasi nilai kasih sayang, dan memberikan solusi bagi semua pihak (win-win solution).

Selasa, 29 Oktober 2013

MANAJEMEN SHALAT



MANAJEMEN SHALAT
@akhirudindc

Manfaat shalat apabila kita kembangkan betul-betul, sangat luar biasa dan canggih dibandingkan dengan yoga. Sayang sekali tidak ada universitas yang sengaja mengembangkan teknik gerakan shalat ini, apalagi yang mempelajari manajemen yang terkandung dalam bacaan shalat. Coba kita pikirkan, kenapa manajemen yang terkandung dalam shalat sangatlah canggih?
  • Doa Iftitah, yang kita ucapkan lima kali sehari, sebetulnya sama dengan mission statement kalau kita belajar manajemen strategi. Misi hidup yang manalagi yang lebih canggih dibandingkan dengan hanya mendapatkan keridhaan Allah, tidak musyrik dan menjalankan perbuatan islami?
  • Al-Fatihah, yang diucapkan minimal 17 kali sehari, merupa-kan objective statement. Tujuan hidup yang mana lagi yang lebih canggih dibandingkan dengan hidup di jalan yang lurus, yaitu jalan kebaikan seperti yang diperoleh para nabi dan rasul?
  • Ayat-ayat lainnya setelah Al-Fatihah merupakan petunjuk pelaksanaan dan pengendalian setelah selesai shalat untuk diaplikasikan dalam kehidupan.
Sebenarnya, Allah mengajarkan kita bagaimana menggunakan manajemen yang canggih sehingga menjadi kebiasaan yang efektif dan efesien dan dapat dilakukan tanpa harus sekolah MBA atau bahkan S3 sekalipun.

1.      Mengapa Shalat Harus Tepat Waktu?
Mari kita lihat salah satu waktu shalat, yaitu Maghrib.
a.       Maghrib hanya sebentar, terjadi perubahan Macro cosmis/ Sistem elektrik jagat raya, (manusia adalah miniatur dari alam semesta/ jagad raya) medan magnet tubuh kita akan ter-pengaruh. Ada sistem saraf yang otomatis diaktifkan jika kita khusuk melakukan gerakan shalat dan ini timing yang tepat dan sangat bermanfaat.
b.      Pada saat yang bersamaan dengan arah yang sama bacaan shalat tersebut memancarnya frekuensi radio yang dapat menggetar-kan sistem pengabulan doa jika syarat doa terpenuhi.
c.       Shalat subuh, zhuhur, dan ashar pun juga demikian.

2.      Kenapa Shalat Tahajud Malam Hari?
a.       Cuaca pada malam hari biasanya dingin atau lembab, banyak lemak jenuh yang melapisi saraf kita menjadi beku. Sehingga kalau tidak segera digerakkan, sistem pemanas tubuh tidak aktif, saraf menjadi kedinginan, bahkan kolesterol dan asam urat berubah menjadi pengapuran.
b.      Saluran kelebihan uap air dari paru-paru ke ginjal yang ada di bagian belakang tubuh kita, kalau terlalu lama tidur akan tergencet berat tubuh kita sehingga menyebabkan paru-paru menjadi lembab dan saluran tersebut tersumbat. Saraf di belikat akan tersalut pengapuran. Kalau dibiarkan lama, akan menyebabkan paru-paru basah, dan ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan sel paru-paru membusuk.
c.       Jadi, memang shalat malam itu lebih baik daripada tidur. Kebanyakan tidur malah jadi penyakit. Bukan lamanya masa tidur yang diperlukan oleh tubuh kita melainkan kualitas tidur. Dengan shalat malam, kita akan dapat mengendalikan urat tidur kita.
d.      Tidur di kasur yang empuk akan menyebabkan urat saraf yang mengatur tekanan ke bola mata tidak mendapat tekanan yang cukup untuk memulihkan posisi saraf mata kita. Tidur dengan bantal yang tebal atau tinggi akan menyebabkan posisi klep jantung kita menjadi miring. Dalam jangka lama akan menyebabkan klep jantung kurang fungsional.

C.    Gerakan Shalat Khusuk

Coba simak Al-Baqarah/2 ayat 45.

Artinya:
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu.
Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat,
 kecuali bagi orang-orang yang khusyu'.

Ayat ini memiliki dua pesan moral yang seharusnya menjadi pegangan kita dalam setiap langka kehidupan ini;
  1. Minta tolong kepada Allah dengan Sabar dan shalat
  2. Shalat itu Berat sekali, kecuali dilakukan dengan Khusuk. Dalam al-Fatihah, kita memohon hanya kepada Allah.
Dan yang kita minta itu adalah jalan kebaikan, cara hidup yang lurus, yang bermanfaat, yang menghasilkan nikmat seperti yang pernah dicontohkan oleh para rasul dan nabi.
 Pertolongan itu akan diberikan sedikit demi sedikit sesuai kebutuhan, tapi harus sabar dan shalat (gerakannya dan aplikasi makna bacaannya).
Shalat yang betul yang berbuah pertolongan tersebut berat sekali dilakukan. Walaupun begitu, lama-lama akan tidak terasa berat bagi orang yang serius dan mengerti manfaatnya.
Kalau kita menganggap bahwa shalat adalah manajemen hidup kita maka minimal dia terdiri dari tiga unsur yang utuh/sistemik. Ketiga unsur tersebut adalah Gerakan, Inti Bacaan, dan Aplikasi shalat dalam kehidupan.
Bagian ke dua ayat di atas menyatakan bahwa shalat itu berat sekali. Apa maksudnya? Maksudnya adalah gerakan shalat yang akan membetulkan posisi atau mengaktifkan sistem saraf di tubuh kita sangat berat dilakukan. Walaupun berat sekali, tetapi dapat dilakukan oleh orang yang mengerti manfaat, serius, dan sabar hingga menghasilkan manfaat berupa perbaikan sistem saraf di tubuhnya.
Coba pikirkan, jika cara gerakan shalat kita asal-asalan apakah ada urat saraf yang dibetulkan? Apakah betul pintu oksigen ke otak akan terbuka? Apakah ada tuas sistem keringat akan tertarik? Apakah maksimal manfaat gerakan shalat itu untuk perbaikan sistem saraf di tubuh kita. Kalau begini yang kita lakukan jelas bertentangan dengan ayat Allah, al-Baqarah 45, dan celakanya kita akan tergolong orang yang lalai dalam shalatnya. Pantas, pertolongan tidak datang kepada kita, dan membikin kita jadi tidak sabar lalu cari jalan pintas, jadilah kita kufur, musyrik, munafik, melintir ayat dan kita jadi makhluk yang buruk yang menurun kepada generasi berikutnya dan tidak terasa kalau kita telah berdosa besar kepada generasi berikutnya.
Dahulu, waktu pertama kali shalat diperkenalkan oleh Rasul, betul bahwa dengan asal gerak saja akan dapat langsung menggetarkan sistem saraf di tubuh kita. Tapi waktu itu saraf manusia belum tercemar oleh kolesterol, asam urat, gula darah, dan pengapuran. Udara belum tercemar oleh karbon monoksida atau efek rumah kaca belum terjadi, bahkan diyakini mereka tidak merokok, badan mereka sering berkeringat, belum ada kerja kantoran yang duduk di belakang meja. Coba sekali lagi kita pikirkan, kondisi sekarang, terutama di negara kita sebaliknya, makan jeroan, gorengan, nasi kebanyakan, purin kebanyakan, lalapan mentah plus terasi, gemar merokok, asap knalpot di mana-mana, air tercemar polusi limbah pabrik kimia, makan obat kimia atau anti biotik, senang korupsi, percaya dukun, dan di lokalisasi. Kita ini negara yang terbesar di dunia yang mengaku beragama Islam. Tetapi, kenapa kerusakan terjadi di mana-mana? Coba jawab sendiri!
Bagaimana kita dapat hijrah dan jihad terhadap lingkungan yang seperti ini? Mari kita sama-sama mempelajari, melaksanakan dengan utuh shalat yang menghasilkan manfaat, dan jadikan shalat ini manajemen hidup kita. rubah diri kita sendiri, lakukan perbuatan yang baik-baik saja, orang lain akan mengikuti kita untuk berbuat baik.
Ayat di atas jangan diplintir menjadi : Sesungguhnya shalat Khusuk itu serat sekali atau Khusuk dalam shalat itu berat sekali!
Plintiran seperti ini akan menyesatkan sekali, karena kita dapat nenganggap bahwa karena khusuk itu berat sekali dilakukan dan nyaris tidak mungkin, jadilah dia asal shalat, malas shalat, bahkan tidak shalat.
Pengertian khusuk di sini jangan diplintir menjadi: Khusuk adalah shalat yang tidak melakukan gerakan di luar tata tertib standard. Marilah kita gunakan pikiran kita dan dapatkanlah manfaat dari setiap gerakan shalat yang membetulkan sistem saraf di tubuh kita. Kita meski malu kepada diri kita sendiri kalau kita asal shalat atau tidak shalat. Sadarlah bahwa shalat itu adalah manajemen hidup yang terbaik yang diajarkan oleh Allah yang Maha Tahu dan memiliki seluruh alam semesta beserta isinya termasuk diri kita sendiri. Sebenarnya, shalat adalah obat segala penyakit dan pertanggunganjawab hidup atau kualitas hidup. Kesehatan jiwa dan raga, sebenarnya, tergantung kualitas shalat kita.
Khusyuk dalam shalat pada dasarnya adalah spiritual situation, suatu keadaan secara ruhani, tetapi yang ditopang oleh jasmani dan nafsani. Ketiga aspek tersebut harus dibuat sedemikian rupa agar saling menopang untuk mencapai tujuan-tujuan yang lebih tinggi. Memang khusyuk merupakan aspek ruhani, tetapi sebelum itu harus dikembangkan melalui proses yang menyangkut jasmani dan nafsani. Itulah sebabnya kenapa shalat harus dijalankan dengan thuma’nînah (tenang, tidak tergesa-gesa). Makanya rukuk, umpamanya, harus dengan betul dan sempurna sehingga dapat memberi dukungan kepada kondisi nafsani. Tenang di dalam rukuk, seolah merupakan kesiapan bagi nafsani untuk meningkat, dan kemudian dapat diteruskan kepada peningkatan ruhani. Inilah makna thuma’nînah.
Thuma’nînah dibahas dalam kitab-kitab fiqh karena bisa diobservasi dan kemudian menjadi salah satu syarat sahnya shalat. Ini terlihat dalam fiqih mazhab Syafi’i yang mengatakan bahwa rukuk yang tidak tenang sampai hitungan ketiga berarti shalatnya batal. Tetapi sebenarnya yang diharap dari thuma’nînah tidak berhenti hanya sampai di situ, melainkan shalat yang sempurna harus diteruskan secara nafsani. Tentu saja ini melalui jenjang-jenjang tertentu, seperti secara psikologis bisa dimulai dari hal yang lebih kognitif, yaitu mengerti apa yang dibaca. Kalau bukan bahasanya, minimal mengerti maknanya, dan justru ini yang penting. Misalnya bacaan subhânallâhi rabbiyal ‘alâ wa bi hamdih” dan beberapa variasi lain dalam rukuk, tetapi yang lebih penting adalah tasbih (memaha­sucikan Allah), sehingga memberikan kondisi bagi nafsani untuk meningkat, karena ternyata tasbih, memahasucikan Allah memang bertingkat. Tingkat paling mendasar adalah memahasucikan Allah dari persekutuan (syirik).


Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan
(QS. Al-Shâffât/37: 159).

Seperti dalam “syirik yang telanjang” (naked polytheism) yang menggambarkan Tuhan punya anak, punya istri dan sebagainya. Dalam hal ini termasuk juga prasangka yang tidak baik ten­tang Tuhan, seperti sifat curiga kepada-Nya atau bahkan menuduh-Nya tidak adil dengan dalih nasib tidak berubah meskipun sudah berbuat baik, sementara orang lain yang tidak peduli dengan moral justru maju terus. Sifat curiga dan menuduh Allah tidak adil demikian sangat berbahaya, sebab kalau sudah mulai tidak punya harapan kepada Allah, lalu kepada siapa harus menaruh harapan? Ini berkaitan dengan peringatan Nabi dalam sebuah hadis Qudsi (firman Allah tetapi kalimatnya dari Nabi) yang berbunyi, “Aku mengikuti per­sangkaan hamba-Ku mengenai diri-Ku”. Jadi kalau seorang hamba mengira Tuhan tidak adil kepadanya maka itulah yang terjadi, tetapi kalau ia mengira Allah baik maka Dia pun akan baik. Di sini ada aspek psikologisnya.
Untuk mencapai tingkat lebih tinggi, nafsani memerlukan dukungan jasmani berupa tum’nînah yang dimulai dengan memahami apa yang kita baca. Setelah memahami apa yang kita baca dan kemudian menjadi bagian dari kesadaran nafsani kita, maka akan mudah meningkat menjadi kesadaran ruhani, yaitu berupa penghayatan akan kehadir­an Allah. Karena selain Allah al-A‘lâ, Dia juga dekat kepada kita; Allah adalah  yang lahir (al-Zhâhir) maupun yang batin (al-Bâthin), dekat dan jauh, karena  tidak terikat oleh ruang dan waktu.
Efek dari menghayati Allah beserta kita, tak terhitung banyaknya, tetapi yang tertinggi adalah efek ruhani berupa perasaan dekat dengan-Nya. Perasaan dekat inilah yang menjadi kebahagiaan ruhani, yang tentu saja tidak bisa digambarkan. Al-Qur’an hanya mengatakan bahwa:


(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram (QS. Al-Ra’d/13: 28).

Di sinilah letak konsep ridha Allah; Allah rela kepada kita. Tanpa keridhaan Allah, kita tidak akan merasa­kan kebahagiaan. Meskipun tanpa ridha, bisa jadi permintaan-permintaan kita tetap dikabulkan. Inilah yang namanya istidrâj, memberi dengan nada marah, sehingga yang diberi tidak merasa bahagia. Seperti analog seorang ibu yang marah kepada anaknya waktu minta uang lalu memberikannya dengan cara melemparkan.
Kata istidrâj satu akar dengan  derajat (Arab: darajah), yang berarti seseorang diberi derajat tetapi sebenarnya dijerumuskan oleh Tuhan. Inilah yang disebut al-Qur’an sebagai balâ’un hasanun (percobaan baik) (QS. Al-Anfâl/8: 17), yaitu ujian dari Tuhan dalam bentuk kenikmatan-kenikmatan. Artinya, dengan kenikmatan-kenikmatan yang telah diberikan sebenarnya Allah ingin mengetahui apakah seseorang bersyukur atau tidak, apakah kita dapat memanfaatkannya atau tidak. Kalau tidak, maka azabnya jauh lebih dahsyat. Buya Hamka menyebutnya dengan istilah “dari nikmat menjadi niqmah; dari anugerah menja­di bencana”. Itulah sebabnya kenapa kita harus selalu bertakwa kepada Allah dalam  senang atau susah. Dalam senang kita harus bertakwa karena jangan-jangan itu merupakan niqmah.

Senin, 21 Oktober 2013

TEORI AMT (Achievment Motivation Training)

Achievment Motivation Theory
 
Sekilas David McClelland
David Clarence McClelland (1917-1998) mendapat gelar doktor dalam psikologi di Yale pada 1941 dan menjadi profesor di Universitas Wesleyan. McClelland dikenal untuk karyanya pada pencapaian motivasi. David McClelland memelopori motivasi kerja berpikir, mengembangkan pencapaian berbasis teori dan model motivasi, dan dipromosikan dalam perbaikan metode penilaian karyawan, serta advokasi berbasis kompetensi penilaian dan tes. Ide nya telah diadopsi secara luas di berbagai organisasi, dan berkaitan erat dengan teori Frederick Herzberg.

David McClelland dikenal menjelaskan tiga jenis motivasi, yang diidentifikasi dalam buku ”The Achieving Society”:
1. Motivasi untuk berprestasi (n-ACH)
2. Motivasi untuk berkuasa (n-pow) 
3. Motivasi untuk berafiliasi/bersahabat (n-affil)

Model Kebutuhan Berbasis Motivasi McClelland
David McClelland (Robbins, 2001 : 173) dalam teorinya Mc.Clelland’s Achievment Motivation Theory atau teori motivasi prestasi McClelland juga digunakan untuk mendukung hipotesa yang akan dikemukakan dalam penelitian ini. Dalam teorinya McClelland mengemukakan bahwa individu mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi ini dilepaskan dan dikembangkan tergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi individu dan situasi serta peluang yang tersedia.
Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu kebutuhan akan prestasi (achiefment), kebutuhan kekuasaan (power), dan kebutuhan afiliasi.
Model motivasi ini ditemukan diberbagai lini organisasi, baik staf maupun manajer. Beberapa karyawan memiliki karakter yang merupakan perpaduan dari model motivasi tersebut.

A. Kebutuhan akan prestasi (n-ACH)
Kebutuhan akan prestasi merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses. Kebutuhan ini pada hirarki Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Ciri-ciri inidividu yang menunjukkan orientasi tinggi antara lain bersedia menerima resiko yang relatif tinggi, keinginan untuk mendapatkan umpan balik tentang hasil kerja mereka, keinginan mendapatkan tanggung jawab pemecahan masalah.
n-ACH adalah motivasi untuk berprestasi , karena itu karyawan akan berusaha mencapai prestasi tertingginya, pencapaian tujuan tersebut bersifat realistis tetapi menantang, dan kemajuan dalam pekerjaan. Karyawan perlu mendapat umpan balik dari lingkungannya sebagai bentuk pengakuan terhadap prestasinya tersebut.

B. Kebutuhan akan kekuasaan (n-pow)
Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk mengendalikan dan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini pada teori Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. McClelland menyatakan bahwa kebutuhan akan kekuasaan sangat berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi kepemimpinan.
n-pow adalah motivasi terhadap kekuasaan. Karyawan memiliki motivasi untuk berpengaruh terhadap lingkungannya, memiliki karakter kuat untuk memimpin dan memiliki ide-ide untuk menang. Ada juga motivasi untuk peningkatan status dan prestise pribadi.

C. Kebutuhan untuk berafiliasi atau bersahabat (n-affil)
Kebutuhan akan Afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi.
McClelland mengatakan bahwa kebanyakan orang memiliki kombinasi karakteristik tersebut, akibatnya akan mempengaruhi perilaku karyawan dalam bekerja atau mengelola organisasi.
Karakteristik dan sikap motivasi prestasi ala Mcclelland:
a). Pencapaian adalah lebih penting daripada materi.
b). Mencapai tujuan atau tugas memberikan kepuasan pribadi
yang lebih besar daripada menerima pujian atau pengakuan.
c). Umpan balik sangat penting, karena merupakan ukuran sukses
(umpan balik yang diandalkan, kuantitatif dan faktual).

Penelitian David Mcclelland
Penelitian McClelland terhadap para usahawan menunjukkan bukti yang lebih bermakna mengenai motivasi berprestasi dibanding kelompok yang berasal dari pekerjaan lain. Artinya para usahawan mempunyai n-ach yang lebih tinggi dibanding dari profesi lain.
Kewirausahaan adalah merupakan kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan sumberdaya untuk mencari peluang sukses (Suryana, 2006). Kreativitas adalah kemampuan mengembangkan ide dan cara-cara baru dalam memecahkan masalah dan menemukan peluang (Suryana, 2006). Inovasi adalah kemampuan menerapkan kreativitas dalam rangka memecahkan masalah dan menemukan peluang (Suryana, 2006). Ciri-ciri pokok peranan kewirausahaan (McClelland, 1961 dalam Suyanto, 1987) meliputi Perilaku kewirausahaan, yang mencakup memikul risiko yang tidak terlalu besar sebagai suatu akibat dari keahlian dan bukan karena kebetulan, kegiatan yang penuh semangat dan/atau yang berdaya cipta, tanggung jawab pribadi, serta pengetahuan tentang hasil-hasil keputusan; uang sebagai ukuran atas hasil.
Ciri lainnya, minat terhadap pekerjaan kewirausahaan sebagai suatu akibat dari martabat dan ‘sikap berisiko’ mereka. Seorang wirausaha adalah risk taker. Risk taker dimaksudkan bahwa seorang wirausaha dalam membuat keputusan perlu menghitung risiko yang akan ditanggungnya. Peranan ini dijalankan karena dia membuat keputusan dalam keadaan tidak pasti. Wirausaha mengambil risiko yang moderat, tidak terlalu tinggi (seperti penjudi), juga tidak terlalu rendah seperti orang yang pasif (Hanafi, 2003). Dari hasil penelitiannya, McClelland (1961) menyatakan bahwa dalam keadaan yang mengandung risiko yang tak terlalu besar, kinerja wirausaha akan lebih tergantung pada keahlian- atau pada prestasi - dibanding pekerjaan lain.
Seorang wirausaha untuk melakukan inovasi atau pembaharuan perlu semangat dan aktif. Mereka bisa bekerja dalam waktu yang panjang, misal 70 jam hingga 80 jam per minggu. Bukan lama waktu yang penting, namun karena semangatnya mereka tahan bekerja dalam waktu yang panjang. Bagi individu yang memiliki n-ach tinggi tidak begitu tertarik pada pengakuan masyarakat atas sukses mereka, akan tetapi mereka benar-benar memerlukan suatu cara untuk mengukur seberapa baik yang telah dilakukan.
Dari penelitiannya, McClelland menyimpulkan bahwa kepuasan prestasi berasal dari pengambilan prakarsa untuk bertindak sehingga sukses, dan bukannya dari pengakuan umum terhadap prestasi pribadi. Selain itu juga diperoleh kesimpulan bahwa orang yang memiliki n-ach tinggi tidak begitu terpengaruh oleh imbalan uang, mereka tertarik pada prestasi. Standar untuk mengukur sukses bagi wirausaha adalah jelas, misal laba, besarnya pangsa pasar atau laju pertumbuhan penjualan.