Pola Komunikasi Dalam Keluarga
Akhirudin DC
Berdasarkan kasuistik perilaku orang tua dan anak yang sering muncul dalam keluarga, maka pola komunikasi yang sering terjadi dalam keluarga adalah Model Stimulus-Respon (SR), Model ABX, dan Model Interaksional.
Model Stimulus Respon
Pola komunikasi yang biasanya terjadi dalam keluarga adalah model stimulus–respon (SR). Pola ini menunjukkan komunikasi sebagai suatu proses “aksi–reaksi” yang sangat sederhana. Pola S–R mengasumsikan bahwa kata-kata verbal (lisan-tulisan), isyarat-isyarat nonverbal, gambar-gambar, dan tindakan- tindakan tertentu akan merangsang orang lain untuk memberikan respons dengan cara tertentu. Oleh karena itu, proses ini dianggap sebagai pertukaran atau pemindahan informasi atau gagasan. Proses ini dapat bersifat timbal-balik dan mempunyai banyak efek. Setiap efek dapat mengubah tindakan komunikasi berikutnya. Dalam realitas pola ini dapat pula berlangsung negatif.
Model ABX
Model ABX menggambarkan bahwa seseorang (A) menyampaikan informasi kepada seseorang lainnya (B) mengenai sesuatu (X). Model tersebut mengasumsikan bahwa orientasi A (sikap) terhadap B dan terhadap X saling bergantung, dan ketiganya merupakan suatu sistem yang terdiri dari empat orientasi
Model Interaksional
Model interaksional menganggap manusia jauh lebih aktif. Komunikasi di sini digambarkan sebagai pembentukan makna, yaitu penafsiran atas pesan atau perilaku orang lain oleh para peserta komunikasi. Beberapa konsep penting yang digunakan adalah diri sendiri, diri orang lain, symbol, makna, penafsiran dan tindakan.
Dalam keluarga interaksi terjadi dalam macam-macam bentuk. Yang mengawali interaksi tidak mesti dari orang tua kepada anak, tetapi bisa juga sebaliknya, dari anak kepada orang tua, atau dari anak kepada anak. Semuanya aktif, reflektif, dan kreatif dalam interaksi. Suasana keluarga aktif dan dinamis dalam kegiatan perhubungan. Suasana dialogis lebih terbuka, karena yang aktif menyampaikan pesan tertentu tidak hanya dari orang tua kepada anak, tetapi juga dari anak kepada orang tua atau dari anak kepada anak.
Tiga Konseptualisasi Komunikasi
Sebagaiman dikemukakan John R. Wenburg dan William W. Wilmot juga Kenneth K. sereno dan Edward M. Bodakhen, setidaknya ada tiga kerangka pemahaman mengenai komunikasi, yakni komunikasi sebagai satu-arah, komunikasi sebagai interaksi, dan komunikasi sebagai transaksi.
Komunikasi Sebagai Tindakan Satu-Arah
Suatu pemahaman populer mengenai komunikasi manusia adalah komunikasi yang mengisyaratkan penyampaian pesan searah dari seseorang (suatu lembaga) kepada seseorang (sekelompok orang) lainnya, baik secara langsung (tatap muka) ataupun melalui media, seperti surat (selebaran), surat kabar, majalah, radio, atau televise.
Komunikasi Sebagai Interaksi
Konseptualisasi kedua yang sering diterapkan pada komunikasi adalah interaksi. Pandangan ini menyetarakan komunikasi dengan suatu proses-akibat atau aksi-reaksi, yang arahnya bergantian (dua arah). Seseorang menyampaikan pesan, baik verbal atau nonverbal, seorang penerima bereaksi dengan memberi jawaban verbal atau menganggukkan kepala, kemudian orang pertama bereaksi lagi setelah menerima respons atau umpan balik dari orang kedua, dan begitu seterusnya.
Sifat Komunikasi Dalam Keluarga
Komunikasi Verbal
Adapun yang dimaksud dengan komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan simbol-simbol atau kata-kata, baik yang dinyatakan secara oral atau lisan maupun secara tulisan.
Dalam perhubungan antara orang tua dan anak akan terjadi interaksi. Dalam interaksi itu orang tua berusaha mempengaruhi anak untuk terlibat secara pikiran dan emosi untuk memperhatikan apa yang akan disampaikan. Anak mungkin berusaha menjadi pendengar yang baik dalam menafsirkan pesan-pesan yang akan disampaikan oleh orang tua.
Komunikasi Nonverbal
Adapun yang dimaksud dengan komunikasi nonverbal adalah penciptaan dan pertukaran pesan dengan tidak menggunakan kata-kata seperti komunikasi yang menggunakan gerakan tubuh, sikap tubuh, vokal yang bukan kata-kata, kontak mata, ekspresi muka, kedekatan jarak dan sentuhan.
Tanda-tanda komunikasi nonverbal belumlah dapat diidentifikasi seluruhnya tetapi hasil penelitian menunjukkan bahwa cara kita duduk, berdiri, berjalan, berpakaian, semuanya itu menyampaikan informasi kepada orang lain. Tiap-tiap gerakan yang kita buat dapat menyatakan asal kita, sikap kita, kesehatan atau bahkan keadaan psikologis kita.
Komunikasi nonverbal sering dipakai oleh orang tua dalam menyampaikan suatu pesan kepada anak. Sering tanpa berkata sepatah kata pun, orang tua menggerakkan hati anak untuk melakukan sesuatu. Kebiasaan orang tua dalam mengerjakan sesuatu dan karena anak sering melihatnya, anak pun ikut mengerjakan apa yang pernah dilihat dan didengarnya dari orang tuanya. Masalah pendidikan shalat misalnya, karena anak sering melihat orang tuanya mengerjakan shalat siang dan malam di rumah, anak pun meniru gerakan shalat yang pernah dilihatnya dari orang tuanya. Terlepas benar atau salah gerakan shalat yang dilakukan oleh anak, yang jelas pesan-pesan nonverbal telah direspons oleh si anak.
Keluarga
Keluarga adalah ibu dan bapak beserta anak-anaknya; seisi rumah. Keluarga merupakan unit satuan masyarakat yang terkecil yang sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat. Kelompok ini, dalam hubungannya dalam perkembangan individu, sering dikenal dengan sebutan primary group. Kelompok inilah yang melahirkan individu dengan berbagai macam bentuk kepribadiannya dalam masyarakat. Tidaklah dapat dipungkiri, bahwa sebenarnya keluarga mempunyai fungsi yang tidak hanya terbatas selaku penerus keturunan saja.
Hubungan Orang Tua (Suami Istri)
Allah swt telah menentukan pasangan suami istri sebagai satu bentuk hubungan yang sah bagi laki-laki dan perempuan, serta hubungan yang diikat oleh rasa cinta, kasih dan sayang melalui aturan pernikahan/perkawinan yang sah menurut agama Islam. Dalam surah Ar-Rum Ayat 21 Allah berfirman:
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa Allah telah menciptakan pasangan suami istri untuk saling menyayangi dan dapat menentramkan jiwa melalui pernikahan yang sah menurut agama Islam.
Tanggung Jawab Orang Tua (Suami Istri)
Untuk itu proses penanaman nilai-nilai kebaikan dan kemuliaan, para orang tua berkomunikasi dengan anak-anaknya. Bagaimanapun, orang tua hendaklah dapat menjadi contoh dalam segala aspek kehidupan bagi si anak. Karena di samping sebagai pemimpin, kedudukan orang tua juga sebagai pendidik yang utama bagi anak-anaknya di rumah tangga. Idealnya, orang tua diharapkan dapat membimbing, mendidik, melatih dan mengajari anak dalam masalah-masalah yang menyangkut pembentukan kepribadian dan kegiatan belajar anak. Proses tersebut berlangsung dalam suatu format komunikasi keluarga muslim.
Hubungan Anak dengan Kedua Orang Tua
Ibu dan bapak telah bersusah payah memelihara dan mengasuh anaknya dari kecil sampai dewasa. Semenjak dari mulai mengandung sampai melahirkan, kemudian menyusukan, sang ibu tak kunjung luput dari berbagai penderitaan, yang hanya dapat terhibur dengan rasa cinta kasih sayang terhadap anaknya.
Oleh karena itu seorang anak manusia yang lahir ke dunia patut dan pantas sekali mengenang peristiwa kelahirannya itu, hingga ia merasa wajib membalas budi dan jerih payah orang tuanya dengan senantiasa berbuat baik terhadap keduanya dan bersyukur kepada Allah yang telah menciptakannya (Safaruddin, ). Di dalam al-Qur‟an surah Luqman ayat 14 mengungkapkan:
Artinya:“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”.
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa anak harus merenungi betapa besarnya pengorbanan orang tua mulai dari mengandung, melahirkan, dan membesarkan anaknya sehingga bisa hidup sampai besar dan berfikir, maka wajiblah anak harus bersyukur kepada Allah SWT dan berbakti kepada kedua ibu bapak.
Nilai-Nilai keIslaman (Ajaran Islam)
Nilai adalah sesuatu yang dianggap berharga dan menjadi tujuan yang hendak dipakai (Pradja, 1981). Abu Ahmadi dan Noor Salimi mengatakan dalam buku dasar- dasar pendidikan agama Islam nilai adalah suatu seperangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran, perasaan, keterikatan maupun perilaku. Oleh karena itu sistem nilai dapat merupakan standard umum yang diyakini, yang diserap dari keadaan obyektif maupun yang diangkat dari keyakinan, sentiment (perasaan umum) maupun identitas yang diberikan atau diwahyukan oleh Allah SWT, yang pada gilirannya merupakan sentiman (perasaan umum), kejadian umum, identitas umum yang boleh karenanya menjadi syari’at umum.
Sistem nilai merupakan ketentuan umum yang merupakan pendekatan kepada hakekat filosofi dari ketiga hal tersebut di atas (keyakinan, sentiment, dan identitas). Oleh karena itu sistem nilai ada yang bersifat Ilahi dan normatif, dan yang bersifat mondial (duniawi) yang dirumuskan sebagai keyakinan, sentiment, maupun identitas dari atau yang dipandang sebagai suatu kenyataan
Islam berasal dari bahasa Arab adalah bentuk masdar dari kata kerja aslama-yuslimu-Islaman yang secara etimologi (bahasa) berarti sejahtera, tidak cacat, selamat. Kemudian Islam secara terminologi banyak pendapat para ahli jadi dapat disimpulkan Islam adalah tunduk dan taat kepada perintah Allah dan larangannya. Perintah dan larangan Allah tertuang dalam ajaran Islam, oleh karena itu hanya mereka yang tunduk dan taat kepada ajaran Islam, yang akan mendapat keselamatan dan kedamaian hidup dunia dan ahirat.
Para ulama sepakat bahwa pokok ajaran Islam adalah bersumber dari al- Qur’an dan al-Sunnah; sedangkan penalaran melalui akal pikiran sebagai alat untuk memahami al-Qur’an dan al-Sunnah. Ketentuan ini sesuai dengan agama Islam itu sendiri sebagai wahyu yang berasal dari Allah SWT yang penjabarannya dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw.
Dalam al-Qur’an dijelaskan surat An-Nisa ayat 59:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Al-Qur’anul karim adalah kitab terakhir yang diturunkan Allah SWT untuk menjadi petunjuk bagi seluruh umat manusia, al-Qur’an berupaya mengeluarkan dan membebaskan manusia dari kehidupan yang sesat kepada kehidupan yang penuh dengan cahaya kebenaran sehingga dapat dirasakan rahmat dan berkat dari kehadiran al-Qur’an itu. Tujuan diturunkannya al-Qur’an, menurut Mahmud Syaltout, meliputi tiga bidang, yaitu akidah, akhlak, dan ibadah. Ketiga bidang ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
Bidang Akidah
Menurut bahasa, aqidah berasal dari kata aqada-ya qidu- aqdan atau aqidatan yang berarti mengikatkan. Bentuk jamak dari „aqidah adalah aqaid yang berarti simpulan atau ikatan iman. Dari kata itu muncul pula kata kata itiqad yang berarti tashdiq atau kepercayaan. Secara terminologi berarti landasan yang mengikat, yaitu keimanan. Akidah sebagai ketentuan-ketentuan dasar mengenai keimanan seorang muslim adalah merupakan landasan dari segala perilakunya, bahkan sebenarnya akidah merupakan pedoman bagi seorang berperilaku di muka bumi. Dasar-dasar akidah dalam Islam dapat dilihat pada hadis Rasulullah yaitu:
Lebih lanjut ia berkata: Sekarang terangkanlah kepadaku tentang iman Rasulullah Saw menjawab: Yaitu engkau beriman kepada Allah, kepada malaikat- malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, para rasul-rasul-Nya, kepada hari akhir serta engkau beriman kepada baik dan jeleknya taqdir (Hadis Riwayat Muslim).
Akidah sebagai pondasi akhlak artinya iman yang teguh menjadi motivasi berbuat baik dan menghindari keburukan kesucian bathin syarat membentuk akhlak mulia, memancarkan cahaya amal saleh yang mampu menghindari bentuk- bentuk keburukan.
Hati (Qalb) mempunyai arti fisik dan non fisik. Hati yang bersifat fisik sangat menentukan bagi kesehatan jasmani, sedangkan hati yang bersifat non fisik menentukan kepribadian. Qalb inilah yang menjadi wadah menerima rahmat, bersifat spiritual dan menjadi esensi manusia. Esensi ini mempunyai persepsi, pengetahuan dan gnosis (makrifah). Hati inilah yang harus bersih atau disucikan dari berbagai kotoran. Kesucian hati ini menggambarkan keutamaan-keutamaan seperti ikhlas dan kejujuran (Kamaluddin, 2012).
Akidah dalam Islam selanjutnya harus berpengaruh ke dalam segala aktivitas yang dilakukan manusia, sehingga berbagai aktivitas tersebut bernilai ibadah. Dalam hubungan ini Yusuf al-Qardawi mengatakan bahwa iman menurut pengertian yang sebenarnya ialah kepercayaan yang meresap ke dalam hati, dengan penuh keyakinan, tidak bercampur syak dan ragu, serta memberi pengaruh bagi pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan sehari-hari. Dengan demikian akidah Islam bukan sekedar keyakinan dalam hati, malainkan pada tahap selanjutnya harus menjadi acuan dan dasar dalam bertingkah laku, serta berbuat yang pada akhirnya menimbulkan amal saleh.
Bidang Ibadah
Ibadah berasal dari bahasa Arab abada ya budu-ibadatan, ubudatan dan ubudiyatan, yang secara etimologis berarti menyembah, menurut, dan merendahkan diri. Ibadah berarti pula penyerahan secara mutlak dan kepatuhan, baik lahir maupun batin kepada kehendak Ilahi. Secara terminologis ibadah ialah mendekatkan diri kepada Allah dengan mentaati segala perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya dan mengerjakan segala sesuatu yang diizinkan-Nya. Ibadah itu ada yang bersifat umum dan khusus. Ibadah yang umum meliputi segala amalan yang diizinkan Allah. Sedangkan yang khusus ialah perbuatan yang telah ditetapkan Allah perincian-perinciannya, tingkat, dan cara-caranya yang tertentu.
Bidang Akhlak
Perkataan akhlak dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab akhlaq, bentuk jamak kata khuluq atau al-khulq, yang secara etimologis (bersangkutan dengan cabang ilmu bahasa yang menyelidiki asal-usul kata serta perubahan- perubahan dalam bentuk dan makna) antara lain berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi’at. Dalam kepustakaan, akhlak diartikan juga sikap yang melahirkan perbuatan (perilaku, tingkah laku) mungkin baik, mungkin buruk.
Secara terminologis ada beberapa defenisi akhlak salah satunya yaitu menurut Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulum al-Din akhlak adalah gambaran dari keadaan jiwa yang mendalam yang darinya timbul perbuatan-perbuatan dengan gampang, tanpa memerlukan pertimbangan pemikiran atau renungan.
Karenanya akhlak secara kebahasaan bisa baik atau buruk tergantung kepada tata nilai yang dipakai sebagai landasannya, meskipun secara sosiologis di Indonesia kata akhlak sudah mengandung konotasi baik, jadi orang yang berakhlak berarti orang yang berakhlak baik.
Peran Psikologi Komunikasi dalam Penerapan nilai-nilai keIslaman dalam keluarga
Psikologi komunikasi adalah ilmu yang mempelajari komunikasi dari aspek psikologi. Psikologi komunikasi berusaha mendeskripsikan. memprediksikan, dan mengontrol mental dan perilaku, baik komunikasi yang dilakukan melalui komunikasi antar personal/pribadi, komunikasi antar kelompok maupun komunikasi massa.
Sementara itu, komunikasi ialah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan membangun hubungan antar sesam manusia, melalui pertukaran informasi, untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain, serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku.
Jadi adapun peranan psikologi dalam komunikasi adalah berusaha untuk mempengaruhi pribadi seseorang melalui komunikasi agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi dalam bertingkahlaku/berperilaku. Komunikasi sangat esensial untuk pertumbuhan kepribadian manusia. Kurangnya komunikasi akan menghambat perkembangan kepribadian. Komunikasi amat erat kaitannya dengan perilaku dan pengalaman kesadaran manusia.
Komunikasi antar pribadi dapat meningkatkan hubungan komunikasi antar pihak-pihak yang berkomunakasi. Dalam keluarga seseorang bisa memperoleh kemudahan-kemudahan dalam berkomuikasi dikarenakan intensitas interaksi yang baik. Melalui komunikasi dalam keluarga dapat terbina hubungan yang baik, sehingga mampu menghindari dan mangatasi masalah-masalah yang terjadi antara mereka dengan berlandaskan nilai-nilai agama (Islam).
Akidah atau iman adalah fondasi dalam kehidupan umat Islam, sedangkan ibadah adalah manifestasi dari iman. Kuat atau lemahnya ibadah seseorang ditentukan oleh kualitas imannya. Demikian pula sikap seseorang dalam menerima dan melaksanakan petunjuk-petunjuk dan perintah-perintah Tuhan serta sikap menjauhi larangan-larangan-Nya yang disebut undang-undang Ilahi (syariah) menunjukkan sikap mentalnya yang paling dalam terhadap Allah SWT.
Akidah dan ibadah membangkitkan semangat manusia untuk memiliki moral yang sehat, dan karekter terpuji. Semua ini memberi efek yang positif dalam kehidupan muamalah (hubungan) antara manusia, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat luas, maupun pergaulan internasional. Dengan demikian, akidah dan ibadah mempunyai hubungan yang erat dengan pembinaan akhlak yang terpuji.
Dari uraian di atas terlihat bahwa ada hubungan yang erat antara akidah, ibadah, dan akhlak dalam Islam. Antara satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Akidah mendasari dan mengarahkan ibadah agar tertuju pada Tuhan, sedangkan ibadah membuktikan bahwa akidah ada dalam diri seseorang. Akhlak yang mulia merupakan hasil perpaduan dari akidah dan ibadah tersebut. Sebaliknya akhlak yang mulia akan mempertebal akidah dan meningkatkan ibadah. Melalui pendekatan psikologi komunikasi diharapkan akan mampu membangun komunikasi yang baik di dalam penerapan nilai-nilai Islam dalam keluarga.
Penutup
Dalam membentuk sebuah keluarga ideal harus melewati beberapa tahap perkembangan dan fase untuk menyempurnakan keluarga yang dibangun. Dalam tiap fase mungkin mengalami berbagi masalah yang semestinya bisa disikapi dengan bijak dan menjadikanya sebagai pengalaman berharga yang akan menjadi bekal menuju ke kedewasaan dari sebuah keluarga.
Perlu juga diperhatikan dalam membangun rumah tangga ada kalanya pasang surut sehingga bagi pasangan nikah seyogyanya selalu mengingat komitmen yang telah dibuat dalam melanjutkan tahapan selanjutnya. Pada kasus diatas dapat dipetik pelajaran bahwa dalam pembentukan rumah tangga rawan intervensi dari pihak ketiga sehingga pasangan nikah harus lebih bijak menyikapi setiap informasi yang datang.