TRAINER HEBAT

TRAINER HEBAT

Minggu, 22 November 2015

HIDUP SEIMBANG HIDUP BAHAGIA
@akhirudindc

Balance Life atau Keseimbangan kehidupan adalah cara bekerja dengan tidak mengabaikan semua aspek kehidupan kerja, pribadi, keluarga, spiritual, dan sosial.
Keseimbangan dalam kehidupan dan pekerjaan akan menghasilkan kemampuan di dalam diri, untuk bertanggung jawab penuh atas pekerjaan, keluarga, kehidupan pribadi, kehidupan sosial, serta membuat diri selalu siap dan berdaya tahan penuh, untuk melayani semua tanggung jawab dengan totalitas.
Di tempat kerja, bila semua karyawan mampu menciptakan keseimbangan dalam kehidupan dan pekerjaan, maka mereka akan menghabiskan jam-jam kerjanya dengan produktif. Hal ini akan membuat setiap karyawan memiliki kesadaran untuk berkontribusi dan memberikan pelayanan yang terbaik. Mereka juga akan terhindar dari budaya mengeluh, yang biasanya menjadi racun yang merusak etos kerja.
Kecerdasan untuk menciptakan keseimbangan dalam kehidupan kerja akan menciptakan kualitas kerja yang unggul, serta membuat lingkungan kerja sehari-hari lebih menyenangkan dalam disiplin dan gairah kerja yang terarah menuju prestasi puncak.
Etos kerja yang unggul akan muncul saat terjadi keseimbangan dalam keluarga dan pekerjaan. Artinya, seseorang yang sudah mampu bekerja dalam keseimbangan hidup akan memiliki kesadaran, manajemen diri, motivasi diri, dan tanggung jawab yang sifatnya holistik, untuk bekerja dengan totalitas dalam upaya menghasilkan kinerja terbaik untuk karir dan keluarganya.
Buku Hidup Seimbang = Hidup Bahagia / The Balance Life = Beautiful Life akan mengarahkan pembaca pada hal berikut ini :
Ø  Mencapai keseimbangan hidup.
Ø  Memotivasi diri sendiri; mengembangkan keseimbangan hidup dan pekerjaan.
Ø  Meningkatkan kualitas manajemen diri untuk hidup dalam multi peran dan fungsi.
Ø  Meningkatkan kualitas hidup melalui aspek keuangan, kesehatan, keharmonisan, hubungan, spiritual, emosional, intelektual, pekerjaan, dan sosial.
Ø  Bekerja dengan sikap dan cara holistik yang lebih ikhlas dan tulus.
Ø  Memiliki sikap positif untuk mengatasi kelelahan mental, jiwa, dan tubuh.
Menjadi visioner, inovatif, saling menghargai, terbuka dan jujur.

Rabu, 30 September 2015

HIDUP SEIMBANG

APA PERLUNYA HIDUP SEIMBANG
@akhirudindc

Buku Hidup Seimbang = Hidup Bahagia / The Balance Life = Beautiful Life akan mengarahkan pembaca pada hal berikut ini :
  • Mencapai keseimbangan hidup.
  •  Memotivasi diri sendiri; mengembangkan keseimbangan hidup dan pekerjaan.
  •  Meningkatkan kualitas manajemen diri untuk hidup dalam multi peran dan fungsi.
  •  Meningkatkan kualitas hidup melalui aspek keuangan, kesehatan, keharmonisan, hubungan, spiritual, emosional, intelektual, pekerjaan, dan sosial.
  • Bekerja dengan sikap dan cara holistik yang lebih ikhlas dan tulus.
  • Memiliki sikap positif untuk mengatasi kelelahan mental, jiwa, dan tubuh.
  • Menjadi visioner, inovatif, saling menghargai, terbuka dan jujur.

Selasa, 22 September 2015

HAJI DAN QURBAN

HAJI DAN QURBAN

Idul Adha juga merupakan hari istimewa, karena dua ibadah agung dilaksanakan pada hari raya ini, yaitu ibadah haji dan ibadah qurban. Kedua-duanya disebut oleh Al-Qur’an sebagai salah satu dari syi’ar Allah SWT yang harus dihormati dan diagungkan oleh setiap orang yang beriman dan bertaqwa. Mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah merupakan pertanda dan bukti akan ketaqwaan seseorang seperti yang ditegaskan dalam firmanNya :
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati”. ( QS.Al-Hajj: 32)
Kedua ibadah agung ini, yaitu ibadah haji dan ibadah qurban, tentu hanya mampu dilaksanakan dengan baik oleh mereka yang memiliki kedekatan dengan Allah.  Jika posisi seseorang jauh dari Allah, sungguh ia akan mengatakan “lebih baik bersenang-senang keliling dunia dengan hartanya - daripada pergi ke Makkah menjalankan ibadah haji ataupun ziarah ke Madinah”. Namun bagi hamba-Nya yang memiliki kedekatan dengan Rabbnya, dia akan mengatakan “Labbaik Allahumma Labbaik” lebih baik aku memenuhi seruan-Mu Ya Allah.  Demikian juga dengan ibadah qurban. Seseorang yang jauh dari Allah tentu akan berat mengeluarkan hartanya untuk tujuan ini. Namun bagi hamba yang dekat dengan Allah akan sangat mudah untuk mengorbankan segala apa yang dimilikinya semata-mata memenuhi perintah Allah swt.
Simbol manusia yang begitu dekat dengan Allah yang karenanya diberi gelar Khalilullah (kekasih Allah) adalah Ibrahim a.s.. Sosok Ibrahim dengan kedekatan dan kepatuhannya secara totalitas kepada Allah, tampil sekaligus dalam dua ibadah di hari raya Idul Adha, yaitu ibadah haji dan ibadah qurban.
Dalam ibadah haji, peran Ibrahim a.s. tidak bisa dilepaskan. Tercatat bahwa syariat ibadah ini sesungguhnya berawal dari panggilan nabi Ibrahim a.s. yang diperintahkan oleh Allah swt dalam firmanNya dalam surah Al-Hajj ayat 26-27 :
“Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di Baitullah (dengan mengatakan) :Janganlah kamu mempersekutukan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumahKu ini bagi orang-orang yang thawaf, orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku’ serta sujud. Dan berserulah kepada manusia untuk menunaikan ibadah haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh“. (Al-Hajj: 26-27).
Ibadah haji ini harus diawali dengan kesiapan seseorang untuk menanggalkan seluruh atribut dan tampilan luar yang mencerminkan kedudukan dan status sosialnya dengan hanya mengenakan dua helai kain ‘ihram’ yang mencerminkan sikap tawaddu’ dan kesamaan antar seluruh manusia. Dengan pakaian sederhana ini, seseorang akan lebih mudah mengenal Allah karena dia sudah mengenal dirinya sendiri melalui ibadah wuquf di Arafah. Dengan penuh khusyu’ dan tawaddu’, seseorang akan larut dalam dzikir, munajat dan taqarrub kepada Allah sehingga ia akan lebih siap menjalankan seluruh perintahNya.
Dalam proses bimbingan spritual yang cukup panjang, seseorang akan diuji pada hari berikutnya, dengan melontar jumrah sebagai simbol perlawanan terhadap syaitan dan terhadap setiap yang menghalangi kedekatan dengan Rabbnya. Kemudian segala aktifitas kehidupannya diarahkan hanya untuk Allah, menuju Allah dan bersama Allah, dan dalam ibadah thawaf keliling satu titik fokus yang bernama ka’bah. Titik kesatuan ini penting untuk mengingatkan arah dan tujuan hidup manusia :
Katakanlah : “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”.  (Al-An’am: 162)
Akhirnya dengan modal keyakinan, seseorang akan sanggup berusaha dan berikhtiar untuk mencapai segala cita-cita dalam naungan dan ridha Allah swt dalam bentuk sa’i antara bukit shafa dan bukit marwah. Demikianlah ibadah haji yang sarat dengan pelajaran, yang ditampilkan oleh Ibrahim a.s. dan keluarganya.

Dalam ibadah qurban, Nabi Ibrahim tampil sebagai manusia pertama yang mendapat ujian pengorbanan dari Allah swt. Ia harus menunjukkan kepatuhannya yang totalitas dengan harus menyembelih putra kesayangannya yang dinanti kelahirannya sekian lama, sebagaimana disebutkan dalam suroh Ash-Shaffat 102 :
 Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”(Ash-Shaffat:102).  Begitulah biasanya manusia akan diuji dengan apa yang paling ia cintai dalam hidupnya.
Andaikan Ibrahim manusia yang dha’if, tentu akan sulit untuk menentukan pilihan. Salah satu diantara dua pilihan yang memiliki keterikatan besar dalam hidupnya, Allah atau Isma’il. Berdasarkan rasio normal, boleh jadi Ibrahim akan lebih memilih Ismail dengan menyelamatkannya dan tanpa menghiraukan perintah Allah tersebut. Namun ternyata Ibrahim adalah sosok hamba pilihan Allah yang siap memenuhi segala perintahNya, dalam bentuk apapun. Ia tidak ingin cintanya kepada Allah memudar karena lebih mencintai putranya. Akhirnya ia memilih Allah dan mengorbankan Isma’il yang akhirnya menjadi syariat ibadah qurban bagi umat nabi Muhammad saw.
Dr. Ali Syari’ati dalam bukunya “Al-Hajj” mengatakan bahwa Isma’il adalah sekedar simbol. Simbol dari segala yang kita miliki dan kita cintai dalam hidup ini. Kalau Isma’ilnya nabi Ibrahim adalah putranya sendiri, lantas siapa Isma’il kita? Bisa jadi diri kita sendiri, keluarga kita, anak dan istri kita, harta, pangkat dan jabatan kita. Yang jelas seluruh yang kita miliki bisa menjadi Isma’il yang karenanya kita akan diuji dengan itu. Kecintaan kepada Isma’il itulah yang kerap membuat iman kita goyah atau lemah untuk mendengar dan melaksanakan perintah Allah. Kecintaan kepada Isma’il yang berlebihan juga akan membuat kita menjadi egois, mementingkan diri sendiri, dan serakah tidak mengenal batas kemanusiaan. Allah mengingatkan kenyataan ini dalam firmanNya:
Katakanlah: jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik“. (At-Taubah: 24)
Oleh karena itu, dengan melihat keteladanan dan pengorbanan yang telah ditunjukkan oleh seorang Ibrahim atapun Isma’il a.s., ... apapun yang kita miliki dan yang kita cintai, maka kurbankanlah manakala Allah SWT menghendaki-Nya. Janganlah kecintaan kita terhadap isma’il-isma’il itu akan membuat kita lupa kepada Allah.  Tentu negeri kita tercinta ini sangat membutuhkan hadirnya sosok Ibrahim-Ibrahim yang siap berbuat untuk kemaslahatan ummat meski harus mengorbankan sesuatu yang dicintainya, untuk menyelamatkan rakyat dan bangsa dari kemerosotan dan keterpurukan akibat runtuhnya nilai-nilai dan semangat berkurban, yang kemudian didominasi oleh sikap egois, mementingkan diri sendiri, keserakahan dan kerakusan oleh sementara orang.
Ketaatan yang tidak kalah teguhnya dalam menjalankan perintah Allah adalah ketaatan yang ditunjukkan oleh Ismail a.s. untuk memenuhi tugas bapaknya nabi Ibrahim a.s. Pertanyaan yang timbul adalah : Kenapa Isma’il seorang anak yang masih belia rela menyerahkan jiwanya ? Bagaimanakah Isma’il mampu memiliki kepatuhan yang begitu tinggi ?  Sesungguhnya Nabi Ibrahim a.s. senantiasa berdoa :
“Ya Tuhanku, anugerahkan kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shalih” (Ash-Shaffat: 100).
Maka Allah mengabulkan doanya :
 “Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar”. (Ash-Shaffat: 101).
Inilah rahasia kepatuhan Isma’il yang tidak lepas dari peran orang tuanya dalam proses pembimbingan dan pendidikan. Sosok ghulamun halim dalam arti seorang yang amat sabar dan yang santun, yang memiliki kemampuan mensinergikan antara rasio dengan akal budi, tidak mungkin hadir begitu saja tanpa melalui proses pembinaan yang begitu panjang. Sehingga dengan tegar Isma’il berkata kepada ayahandanya dengan satu kalimat yang indah :

“Wahai bapakku, laksanakanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu, niscaya kamu akan mendapatiku termasuk orang orang yang sabar”.  (Ash-Shaffat: 102)
Orang tua mana yang tidak terharu dengan jawaban seorang anak yang rela menjalankan perintah Allah yang dibebankan dipundak ayahandanya. Ayah mana yang tidak terharu melihat sosok anaknya yang begitu lembut hati dan perilakunya. Disinilah pentingnya didikan agama bagi seorang anak semenjak mereka masih kecil, jangan menunggu ketika mereka remaja apalagi dewasa. Sungguh keteladanan Ibrahim bisa dibaca dari bagaimana ia mendidik anaknya sehingga menjadi seorang yang berpredikat ‘ghulamun halim’.
Setelah mencermati dua pelajaran kehidupan keberagamaan yang sangat berharga di atas, Prof. Dr. Mushthafa Siba’i pernah mengajukan pertanyaan menarik yang menggugah hati kita semua : “Akankah seorang muslim di hari raya ini menjadi sosok egois yang mencintai dirinya sendiri dan mementingkan kepentingan dirinya sendiri tanpa menghiraukan kepentingan orang lain ? Ataukah ia akan menjadi pribadi yang mementingkan orang lain, dan kemudian mendahulukan kepentingan orang lain di atas kepentingan dirinya sendiri ?
Memang manusia cenderung bersikap egois dan mementingkan diri sendiri, ia melihat kepentingan orang lain melalui kepentingan dirinya. Namun berkat tuntunan agama seseorang akan mampu menjadikan dirinya mencintai orang lain sehingga ia akan bersedia untuk berkorban demi kepentingan orang lain.  Dengan tuntunan itulah, maka agama akan mampu meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
 “Tidaklah beriman seorang diantara kamu sehingga ia menyintai saudaranya sebagaimana ia menyintai dirinya sendiri” (HR. Buchori).
Ungkapan Az-Zamakhsyari berikut ini menggambarkan apa yang telah dilakukan oleh ulama salaf dalam bidang ilmu pengetahuan untuk kepentingan ummat manusia masa sekarang : “Aku begadang untuk mempelajari dan meneliti ilmu pengetahuan, lebih ni`mat bagiku dibandingkan bersenda gurau dan bersenang-senang dengan wanita yang cantik. Aku bergerak kesana kemari untuk memecahkan satu masalah ilmu pengetahuan lebih enak dan lebih menarik seleraku dibandingkan hidangan yang lezat”.
Kita sadar bahwa kita semua telah berhutang budi kepada para pendahulu, perintis pejuang kemerdekaan. Kita telah berhutang budi kepada generasi sebelumnya sehingga kita dapat merasakan kenikmatan saat ini sebagai pengorbanan, perjuangan mereka. Maka sepatutnyalah jika kita melanjutkan pengorbanan mereka itu sehingga kita dapat menyampaikan keni`matan ini kepada generasi berikutnya seperti yang telah dilakukan oleh generasi sebelum kita. Akankah generasi kita saat ini mampu menghargai makna pengorbanan dan mendahulukan kepentingan orang lain ? Apakah generasi kita mampu mempertahankan akhlak luhur yang memang telah diperintahkan oleh Allah SWT ? Allah telah memberi kan isyarat sebagaimana termaktub dalam surah Al-Hasr ayat  9 :
Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Al Hasyr : 9)

‘Idul Adha hadir untuk mengingatkan kita akan ketinggian nilai ibadah haji dan ibadah qurban yang sarat dengan pelajaran kesetiakawanan, ukhuwah, pengorbanan serta semangat mendahulukan kepentingan dan kemaslahatan orang lain. Semoga akan lahir keluarga-keluarga Ibrahim di bumi Indonesia tercinta ini, yang layak menjadi contoh tauladan dalam setiap kebaikan untuk seluruh umat manusia.

Selasa, 15 September 2015

SISTEM KOMUNIKASI INDONESIA I

SISTEM KOMUNIKASI INDONESIA I
@akhirudindc

A.    Pengertian Sistem , Komunikasi, dan Sistem Komunikasi
1.     Sistem
Sistem berasal dari bahasa Yunani “Sistema” yang berarti suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian dan hubungan yang berlangsung diantara satuan-satuan atau komponen secara teratur. (Shrode dan Voich, dalam Nurudin, 2004).  Serupa dengan pendapat Shrode dan Voich, Littlejohn(1999) mengartikan sistem sebagai seperangkat hal-hal yang saling mempengaruhi dalam suatu lingkungan dan membentuk suatu keseluruhan (sebuah pola yang lebih besar yang berbeda dari setiap bagian-bagiannya).
Ciri-ciri Sistem :
a)     Perilaku memiliki Tujuan Tertentu
b)     Meliputi jumlah dan bagian-bagian tertentu
c)     Transformasi, menciptakan sesuatu yang mempunyai nilai.
d)     Keterbukaan, saling berhubungan.
e)     Antar Hubungan, antara bagian harus saling cocok sama lain.
f)      Mekanisme Kontrol, harus ada kekuatan untuk mempersatukan.

2.   Komunikasi
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communication, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama, sama di sini maksudnya adalah sama makna. Menurut Everett M. Rogers, komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih dengan maksud mengubah perilaku. Sementara Harold D. Laswell memformulasikan proses komunikasi dengan who (siapa), says what (mengatakan apa), in which channel (lewat saluran apa), to whom (kepada siapa) with what effect (efek apa yang diharapkan).

3.   Sistem Komunikasi
Teori sistem telah memiliki suatu pengaruh utama pada studi komunikasi manusia. Beberapa pelopor adalah:
Ø  Gregory Bateson (dalam Littlejohn, 1999) adalah penemu garis teori yang kemudian dikenal sebagai komunikasi relasional. Ia berpendapat bahwa dalam berkomunikasi (sebagai wujud suatu sistem) peserta komunikasi menyampaikan suatu pesan yang memuat makna mendua dan hubungan  komplementaris atau simetris. Pengertian pesan bermakna mendua, yaitu pesan yang memuat isi pesan (content message) dan pesan memuat hubungan (relationship massage). Pengertian hubungan komplementer, adalah satu bentuk perilaku diikuti oleh perlaku lawannya yang bersifat melengkapi. Dalam simetri, aksi seseorang diikuti oleh aksi sejenis oleh orang lainnya. Disini mulai telihat bagaimana proses interaksi menciptakan struktur sistem, bagaimana orang merespon satu sama lain menentukan jenis hubungan yang mereka miliki.
Ø  Aubre Fisher (dalam perspectives on Human Communication) menerapkan konsep-konsep sistem pada komunikasi. Analisisnya dimulai dengan perilaku seperti komentar verbal dan aksi-aksi nonverbal sebagai unit terkecil dari analisis dalam sistem komunikasi. Perilaku-perilaku yang dapat diobservasi ini (suatu pesan) merupakan kendaraan satu-satunya untuk menghubungkan individu dalam suatu sistem komunikasi. Fisher percaya bahwa aliran pembicaraan ini dengan sendirinya mengatakan sedikit tentang sistem komunikasi.
Berangkat dari pengertian-pengertian diatas, sistem komunikasi dapat diartikan sebagai seperangkat hal-hal tentang proses, mengolah, menyimpan, menuangkan ide, gagasan, simbol, lambang yang berhubungan satu sama lain menjadi pesan dalam membuat keputusan untuk mencapai satu kesepakatan dan saling pengertian satu sama lain dengan mengolah pesan itu menjadi sumber informasi.

B.    Nilai-nilai, Norma-norma dan Hukum dalam Sistem Komunikasi Indonesia
1.     Nilai-nilai dalam Sistem Komunikasi Indonesia
Segala hal yang dianggap bernilai tinggi bagi kehidupan individu sebagai anggota masyarakat disebut nilai hidup. Nilai hidup merupakan pedoman tertinggi bagi pikiran, perasaan, sikap dan tingkah laku di dalam masyarakat. Soekandar Wiriatmaja mengemukakan, bahwa nilai hidup diartikan sebagai suatu kesanggupan (kapasitas) suatu barang, gagasan maupun isi pengalaman yang dapat memenuhi keinginan manusia dan dijadikan pegangan hidupnya. Bisa juga terjadi bahwa nilai hidup itu serupa bagi suatu kelompok manusia, karena mereka telah mengalami proses sosialisasi yang sama dalam kebudayaan yang sama. Jadi ada nilai hidup perorangan, nilai hidup suatu kelompok dan nilai hidup suatu masyarakat. Isi dari nilai hidup tersebut biasanya antara lain mencakup :
Ø  Nilai kepercayaan. Umpamanya, kepercayaan kepada hal-hal yang gaib (seperti makhluk halus, dewa-dewi, hal-hal yang keramat dan bertuah dan lain-lain) dan keagamaan (religi).
Ø  Nilai pandangan (falsafah) hidup. Umpamanya, bagaimana pandangan dalam berinteraksi dengan alam (apakah harus tunduk, menyelaraskan diri atau harus menaklukkan alam), pandangan terhadap waktu (apakah berpedoman pada waktu lampau, waktu sekarang atau waktu yang akan datang), hakikat kerja (bekerja untuk apa selama hidup ini), dan sebagainya.
Ø  Nilai pergaulan hidup. Umpamanya, sopan santun (tata krama), budi pekerti, tolong menolong dan lain-lain.

2.     Norma-norma dalam Sistem Komunikasi Indonesia
Batasan-batasan yang tumbuh dalam masyarakat untuk mengatur tertib tingkah laku hubungan atau interaksi dinamakan norma sosial. Bentuknya dapat tertulis maupun tidak tertulis. Menurut Bouman (1976) norma sosial diartikan sebagai suatu peraturan umum mengenai kelakuan atau perbuatan yang didasari oleh pertimbangan-pertimbangan kesusilaan, kebiasaan atau paham yang sehat. Agar anggota masyarakat menaati segala norma yang ada dalam masyarakat bersangkutan, maka dibuatlah sanksi-sanksi. Bentuk sanksi tersebut dapat berupa penghargaan dan dapat juga berupa hukuman masyarakat yang disebut juga sanksi sosial. Norma sosial sangat penting bagi keutuhan masyarakat. Sebab dengan norma sosial semua anggota masyarakat dapat mengatur cara hidupnya secara harmonis dan tidak bertentangan satu sama lain. Sehubungan dengan kekuatan norma beserta sanksinya, dikenal adanya empat klasifikasi sebagai berikut:
Ø  Cara (usage), menunjukkan pada suatu bentuk perbuatan daya pengikat norma ini sangat lemah, bahkan tidak mengikat sama sekali. Norma ini lebih menonjol di dalam hubungan antara individu dalam masyarakat.
Ø  Kebiasaan (folksways), diartikan sebagai suatu perbuatan yang diulang dalam bentuk yang sama, merupakan suatu bukti bahwa orang banyak menyukai perbuatan tersebut. Kekuatan mengikatnya lebih besar daripada norma cara.
Ø  Tata kelakuan (mores), daya pengikat norma ini lebih kuat jika dibandingkan dengan norma kebiasaan. Dengan demikian sanksi bagi tata kelakuan juga lebih kuat mengikat anggota masyarakat. Suatu kebiasaan yang tidak semata-mata dianggap sebagai cara berperilaku, akan tetapi juga diterima sebagai norma pengatur, dinamakan tata kelakuan. Tata kelakuan mencerminkan sifat-sifat yang hidup dari kelompok manusia yang dilaksanakan sebagai alat pengawas, secara sadar maupun tidak sadar oleh masyarakat terhadap anggotanya.
Ø  Adat istiadat (customs), diartikan sebagai suatu tata kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya dengan pola-pola perikelakuan masyarakat. Anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat, akan menderita sanksi yang keras.
Dalam hubungan dengan komunikasi, nilai-nilai (juga norma-norma sosial) mempunyai hubungan yang sangat signifikan. Eillers (1995) merumuskannya bahwa nilai-nilai disampaikan secara implisit dan eksplisit melalui tingkah laku simbolis. Kebanyakan dari tingkah laku manusia melambangkan dan merupakan ekpresi nilai-nilai yang kita terima dari belajar atau proses pembudayaan. Tingkah laku itu terutama diungkapkan melalui komunikasi nonverbal dan juga komunikasi verbal. Cara berkomunikasi dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianut. Bagaimana memutuskan alat yang digunakan, cara menggunakan, menyandi pesan dipengaruhi oleh nilai-nilai.

3.     Hukum dalam Sistem Komunikasi Indonesia
Sistem komunikasi Indonesia mempunyai dasar hukum. Secara tersirat terdapat dalam mukadimah UUD 1945 khususnya pada alinea ke empat. Secara tersurat terdapat pada pasal 28F yang berbunyi: Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Selain diatur dalam hukum dasar negara Indonesia, peraturan dalam berkomunikasi dapat mengacu pada: Undang-undang 32 tahun 2002; Undang-undang 40 tahun 1999; Undang-undang 36 tahun 1999; Undang-undang 8 tahun 1992; KUHP (terdapat beberapa pasal yang mengatur tentang komunikasi) dan sebagainya.


Senin, 14 September 2015

HIDUP SEIMBANG = HIDUP BAHAGIA

HIDUP SEIMBANG = HIDUP BAHAGIA

“Hidup dijaga oleh Hukum Keseimbangan.Jika seseorang akan dibuat mengerti sesuatu yang hanya bisa dimengerti melalui mengalami, maka akan dimediasi sedemikian rupa sehingga terjadi Pembuktian Terbalik (Pencerminan) dengan media cermin orang yang mempunyai hubungan dekat agar dirinya tidak bisa memungkiri dan menghindar dengan jangka waktu terjadinya sesuai dengan terpenuhinya semua parameter penentu. Waktu fungsi parameter”. @akhirudindc

Minggu, 13 September 2015

LAW OF BALANCE
HUKUM KESEIMBANGAN
@akhirudindc

  1.  Mencapai keseimbangan hidup.
  2. Memotivasi diri sendiri; mengembangkan keseimbangan hidup dan pekerjaan.
  3. Meningkatkan kualitas manajemen diri untuk hidup dalam multi peran dan fungsi.
  4. Meningkatkan kualitas hidup melalui aspek keuangan, kesehatan, keharmonisan, hubungan, spiritual, emosional, intelektual, pekerjaan, dan sosial.
  5. Bekerja dengan sikap dan cara holistik yang lebih ikhlas dan tulus.
  6. Memiliki sikap positif untuk mengatasi kelelahan mental, jiwa, dan tubuh.
  7. Menjadi visioner, inovatif, saling menghargai, terbuka dan juju

Rabu, 09 September 2015

SISTEM KOMUNIKASI INDONESIA

SILABUS MATA KULIAH SISTEM KOMUNIKASI INDONESIA

Fakultas                                                 : Agama Islam
Jurusan/Program Studi                       : KPI
Nama Mata Kuliah                               : Sistem Komunikasi Indonesia
Semester/SKS                                       : V/ 2 SKS
Dosen                                                    : Akhirudin, MA

Deskripsi  Mata Kuliah 
Mata kuliah ini membahas mengenai sistem, bentuk dan konsep komunikasi di Indonesia. Beberapa topik yang menjadi perhatian adalah konsep pendekatan sistem, sistem sosial di Indonesia, komunikasi dalam pendekatan sistem, Sistem Pers Indonesia, komunikasi tradisional di Indonesia, komunikasi sosial budaya di Indonesia serta kebijakan komunikasi di Indonesia.

Tujuan Perkuliahan 
1.      Memberikan pemahaman pada mahasiswa tentang sistem komunikasi di Indonesia yang terbagi menjadi sistem sosial, sistem politik dan sistem komunikasi.
2.      Mahasiswa mampu melakukan pengayaan terhadap materi yang sudah diperoleh.
3.      Mahasiswa mampu mengimplementasikan materi yang sudah diperoleh dalam bentuk tugas dan presentasi.
4.  Mahasiswa mampu membuat literatur review tentang sistem komunikasi Indonesia yang dipelajari.

Rancangan Perkuliahan 

Ø  Pengertian sistem komunikasi Indonesia.
Ø  Konsep-Konsep dalam Sistem Komunikasi
Ø  Sistem Pers di Indonesia
Ø  Sistem Komunikasi masyarakat Desa dan Kota
Ø  Peranan Opinion Leader dalam sistem komunikasi
Ø  Dinamika Pers di Indonesia

Referensi: 

Nurudin. 2004. Sistem Komunikasi Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


Garna, K. Judistira. 2009. Teori Sosial Pembangunan II. Bandung: Primaco Akademika dan Judistira Garna Foundation.

ILMU ALAMIAH DASAR

SILABUS MATA KULIAH ILMU ALAMIAH DASAR

I.          Identitas Mata Kuliah :
Fakultas                                        : Agama Islam
Jurusan/Program Studi                :
Nama Mata Kuliah                       : Ilmu Alamiah Dasar
Semester/SKS                               : I / 2 SKS
Dosen                                           : Akhirudin, MA

II.       Kompetensi :
A.        Mahasiswa memiliki kemampuan yang komprehensif tentang Ilmu Alamiah Dasar
B.        Mahasiswa menerima dengan kritis pentingnya Ilmu Alamiah Dasar
C.        Mahasiswa dapat menerapkan teori-teori yang diperoleh dari kajian Ilmu Alamiah Dasar

III.    Deskripsi Mata Kuliah :
Mata kuliah ini menjadi peletak dasar-dasar IPA sehingga mahasiswa memiliki wawasan yang komprehensif mengenai metode ilmiah dan ilmu pengetahuan secara umum. Materi ini mencakup 1.) Hakikat Ilmu Alamiah Dasar, 2.) Alam Pikiran Manusia dan Perkembangannya, 3.) Kelahiran Alam Semesta, 4.) Alam Semesta sebagai Sistem, 5.) Metode Ilmiah, 6.) Sumberdaya Alam, Lingkungan serta Pengelolaannya, 7.) Ilmu Pengetahuan Alam dan Teknologi, Perkembangan, dan Implementasinya

IV.    Pokok Pembahasan         
Ø  Memahami latar belakang hakikat IAD dalam kehidupan.
Ø  Alam Pikiran Manusia dan Perkembangannya
Ø  Kelahiran Alam Semesta
Ø  Alam Semesta sebagai Sistem
Ø  Metode Ilmiah
Ø  Sumberdaya Alam, Lingkungan serta Pengelolaannya
Ø  Ilmu Pengetahuan Alam dan Teknologi, Perkembangan, dan Implementasinya

SUMBER REFERENSI
Referensi:
1.      Ati Hamoni, Pengantar Ilmu Alamiah Dasar, Gunadarma, Jakarta, 1992
2.      Herabudin. 2010. Ilmu Alamiah Dasar. CV. Pustaka Setia : Bandung
3.      Suyoso, dkk. 2009. Ilmu Alamiah Dasar. FMIPA UNY : Yogyakarta.
4.      Ilmu Alamiah Dasar, Bagian Proyek Peningkatan Tenaga Akademik, Dirjen Dikti, Depdiknas, Jakarta, 2002
5.      Suryadi HS, Aljabar Logika dan Himpunan, Gunadarma, Jakarta, 1995
6.      Otto Sumarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Djambatan, Jakarta, 1991
7.      Yusuf Y., Suryadi HS, dan Agus Sumin, Matematika Dasar untuk Perguruan Tinggi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1993