Keseimbangan Dalam Diri Manusia
Sebagai Makhluk Individu, dan Sosial
@akhirudindc
Perlunya menjaga keseimbangan kehidupan individu dan
kehidupan sosial. Kelebihan (kekayaan) pada satu sisi dan kekurangan
(kemiskinan) pada sisi lain memiliki hikmah tersendiri. Tentu saja hal ini
tidak dimaksudkan untuk mempertahankan status
quo. Bahwa ada masyarakat yang memiliki kelebihan harta dan pada saat yang
sama ada masyarakat yang hidup dalam kekurangan, adalah kenyataan dan realitas
yang tak terbantahkan. Masalahnya justru bagaimana menjaga keseimbangan antara
dua entitas ini.
Di sinilah kita dapat melihat pesan strategis zakat,
infaq, sadaqah, dan institusi karitatif lainnya. Jika orang kaya ternggelam
dalam kekayaannya dan tidak mau perduli dengan saudaranya yang hidup dalam
kemiskinan, maka terjadilah disharmonisasi sosial. Si miskin akan melakukan
pemberontakan dan penghancuran ketika di depan matanya dipertontonkan
kemewahan, sementara mereka hidup dalam kemelaratan. Namun jika budaya filantropi berkembang dengan baik, maka
si miskin akan merasa diperhatikan dan dilindungi oleh si kaya. Si miskin tidak
perlu merasa iri dan dengki, karena ia juga memperoleh manfaat dari
kelebihan harta orang berpunya.
Hikmah yang dapat diambil adalah, segala macam
perbuatan yang kita lakukan di dalam hidup ini pasti memiliki implikasi yang
sama atau seimbang dengan perbuatan yang kita kerjakan. Kebaikan apapun yang
kita lakukan niscaya akan kembali kepada kita. Artinya, kebaikan akan
melahirkan kebaikan baru. Kebaikan yang kita terima sesungguhnya adalah balasan
dari Allah swt.
Menariknya akibat yang kita terima tidak saja
berdimensi keakhiratan (eskatologis), tetapi juga berdimensi kekinian. Sangat
dimungkinkan kita memperoleh kebaikan di dunia ini. Sebaliknya jika perbuatan
buruk (maksiat) yang kita kerjakan, maka kita memperoleh keburukan itu sendiri,
tidak saja diakhirat tetapi juga di dunia. Oleh sebab itu sejatinya manusia
harus tetap berada dalam kondisi sadar ketika ingin melakukan sesuatu.
Pesan lain dari keserasian kata di dalam Al-Qur'an
adalah perlunya bagi manusia untuk menjaga keseimbangan ketika sedang
berinteraksi dan bertransaksi dengan pihak lain. Contohnya dalam adab
bertamu. Jika seseorang ingin bertamu, namun ahli bait (tuan rumah) tidak bersedia menerimanya, maka sang tamu
harus menghormati keputusan ahli bait.
Di dalam Islam jelas dinyatakan, setelah tiga kali mengucapkan salam, namun
pintu belum terbuka, itu artinya ahli bait
tidak menerima tamu. Maka sang tamu harus kembali dan tidak boleh memaksakan
diri.
Seimbang berarti sama besar maupun kecilnya. Dalam
agama Islam, keseimbangan dalam hidup merupakan cerminan dari sifat asmaul husna Allah berupa Al-Adl dan Al-Hakam. Hukum tak terbantahkan dari Dia yang Maha Adil dan Maha
Memutuskan.
Konsep ini bisa terlihat dari firman-Nya kalau segala
sesuatu diciptakan berpasangan, siang dan malam, laki-laki dan wanita, hidup
dan mati, tua dan muda, hingga yang bersifat ruhaniah, seperti surga dan
neraka, iblis dan malaikat, serta dosa dan pahala.
Melalui penciptaan dualitas ini pula Allah SWT
merendahkan manusia dengan mentahbiskan dirinya sebagai sesuatu yang berbeda.
Ia hanya satu, al-Ahad, yang berarti
berbeda dengan sistem yang ia ciptakan. Suatu simbol kalau tidak ada makhluk,
keadaan, maupun sifat makhluk lain yang dapat menandinginya.
Sepertinya hal ini patut menjadi peringatan bagi
mereka yang hidup dan tunduk dalam sistem keseimbangan. Berarti satu perbuatan
meskipun kecil wujudnya, dapat menuai akibat yang sangat besar apabila
menggangu hukum alam yang mutlak. Akan terjadi suatu reaksi lanjutan sebagai
konsekuensi perbuatan tersebut.
Kenyataan ini membuat saya merenung betapa hebatnya
alam ini diciptakan. Keadilan itu konon bisa berjalan sempurna karena memang
ada sistem yang mengaturnya. Sesuatu yang disebut “mekanisme bawah sadar” atau
atau rumus segala kejadian. Sebuah program yang disediakan untuk mengatur
kehidupan dengan sistematis.
Sistem ini terprogram rapi yang apabila terganggu bisa
membawa dampak yang tak diduga. Contoh seperti proses pembelahan sel dalam
tubuh. Apabila pembelahan sel itu terjadi lebih cepat dibanding kematiannya,
dapat timbul penyakit berbahaya seperti kanker. Sementara bila proses kematian
sel (apoptosis) berlangsung lebih
cepat, maka tubuh manusia bisa kekurangan sel.
Demikian juga dengan sistem yang mengatur alam diluar
sana. Gaya gravitasi contoh yang paling sederhana. Jika gaya gravitasi terlalu
lemah, bumi akan terlempar ke angkasa luar. Sebaliknya jika gaya ini terlalu
kuat, bumi akan tertarik ke dalam matahari dan musnah.
Tak bisa dipungkiri, semua fenomena alam yang terjadi
sekarang bisa kita nikmati karena adilnya keseimbangan. Tuhan memang telah
merencanakan, menciptakan, mengatur, dan menjaganya segalanya.
Inilah pameran kekuatan yang paling menakjubkan.
Dibanding “sekedar” robot atau komputer yang paling canggih ciptaan makhluk,
kenyataan semesta benar-benar mengentuti pemikiran manusia yang sombong.
Wajar didalam cerita Nabi Ibrahim AS (Abraham),
sewaktu raja bernama Namrudz mengaku tuhan, sang pencipta alam cukup
menghukumnya dengan nyamuk makhluk terlemah, yang memakan otaknya selama 3 hari
3 malam. Maha Kuasa Allah sebagai penjaga keseimbangan alam, serta Maha
berkuasa atas segala yang Ia ciptakan. #TH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar