TRAINER HEBAT

TRAINER HEBAT

Selasa, 20 Agustus 2013

LANDASAN AKHLAK BALANCE LIFE



LANDASAN AKHLAK BALANCE LIFE
Akhirudin DC, MA
@akhirudindc

Zuhud
Pengertian zuhud sendiri dalam Alquran dijelaskan dalam surat Al-Hadid ayat 23: "Supaya kau tidak berputus asa terhadap sesuatu yang telah hilang di hadapanmu dan tidak terlalu gembira terhadap karunia yang datang padamu".
Ada yang unik dari penjelasan Al-Ghazali dalam Ihya-nya: "Az-Zuhdu fi az-Zuhdi bin idhari diddihi" (zuhud dalam pengertian zuhud yang sebenarnya adalah menampakkan perbuatan yang seolah-olah bertentangan dengan zuhud itu sendiri). Beliau mengartikannya kesempatan seorang arif yang zuhud adalah meninggalkan keinginan syahwatnya karena Allah tetapi terkadang juga menampakkan dirinya mengikuti syahwatnya dengan tujuan menutupi derajat kesufiannya di mata masyarakat sehingga ia tidak terganggu dari penilaian mereka seperti dihormati, dipuji, dikultuskan, diagungkan atau dicela.
Dalam Islam, harta kejayaan bisa menjadi sesuatu yang terpuji bila digunakan untuk kemaslahatan dan kepentingan dunia dan agama, sehingga dalam Alquran, Allah sering menyebut harta dengan khair (kebaikan) dengan catatan banyak atau sedikitnya rezeki tidak ditentukan ketakwaan seseorang tetapi memang sudah ditentukan dalam catatan amal sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Rezeki telah dibagi dan dialokasikan sesuai bagian yang telah ditentukan. Ketakwaan seseorang tidak berarti menambah rezekinya dan kefasikan seseorang tidak pula berarti mengurangi rezekinya".
Seorang sufi ternama, Said bin Musayyab pernah berkata tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak mau mengumpulkan harta dari barang halal. Bahkan Sufyan al-Tsauri dengan tegas mengatakan, "harta di zaman sekarang adalah senjata ampuh bagi orang mukmin". Rasulullah SAW sendiri mengakui betapa pentingnya harta kekayaan sebagai penopang hidup manusia modern baik urusan dunia maupun agamanya sebagaimana sabda beliau yang diriwayatkan oleh al-Tabrani : "Apabila akhir zaman datang maka penopang agama dan dunia seseorang adalah dirham dan dinar". Dari penjelasan di atas, jelaslah menanamkan pola hidup miskin di zaman modern sebagaimana yang diajarkan para sufi terdahulu merupakan konsep usang yang harus ditinggalkan dan sudah tidak cocok dengan era globalisasi sekarang.
Terbukti kini banyak para kiai, ulama dan mursyid tarekat yang nota bene pewaris para nabi mempunyai rumah mewah, kendaraan yang sangat mahal dan harta yang berlimpah. Sebuah pemandangan yang kontras dan jauh berbeda dengan gaya hidup panutannya, Rasulullah SAW.
Beliau menggoreskan sejarah hidupnya dengan hidup sederhana tetapi tidak berarti menyuruh atau menganjurkan hidup miskin, sebab kenyataannya banyak sahabat beliau yang kaya raya bahkan beliau mengawinkan dua putrinya kepada sahabat yang kaya raya, Ustman bin Affan.
Ketika beliau ditawari hidup kaya oleh Allah, beliau menjawab dengan dua alasan, pertama, beliau malu kepada para nabi dan rasul terdahulu karena mereka merasakan kepedihan luar biasa dalam menyampaikan Risalah Allah, tidak hanya lapar dan miskin tetapi juga cacian, siksaan dan cobaan yang datang silih berganti, toh mereka tetap sabar dan tabah.
Ketika beliau ditanya tentang kebiasaan seseorang yang berpakaian dan memakai perhiasan bagus beliau menjawab: Inna Allah jamilun yuhibbul jamal (Allah adalah Tuhan Yang Maha Indah dan menyukai keindahan). Jadi beliau juga memberi justifikasi kepada umatnya untuk hidup mewah asal tetap taat dan tidak lalai terhadap kewajiban Allah. Adapun kepada umatnya yang hidup miskin, beliau menghibur dan meyakinkan bahwa Allah akan memberi anugerah yang besar melebihi orang kaya kepada orang miskin di akhirat kelak asal sabar dan menerima.
Yang menarik, ada penjelasan dari seorang sufi besar Imam as-Syadzili yang selalu menganjurkan hidup "ngota" dan parlente, beliau menyarankan pada para sahabatnya, "Makanlah makanan yang paling lezat, minumlah minuman yang paling enak, berpakaianlah dengan pakaian yang paling mahal sebab bila seseorang telah melakukan itu semua dan berkata "Alhamdulillah", maka semua anggota badannya menjawab dan mengakui dengan bersyukur. Sebaliknya bila seseorang makan hanya gandum dengan garam, berpakaian lusuh, tidur di lantai, minum air tawar kemudian ia berkata, "Alhamdulillah", maka seluruh anggota badannya malah marah, bosan dan mencela pada orang yang mengatakan itu, sebab anggota badan tersebut merasa tidak diberi hak yang selayaknya, tidak sesuai antara pernyataan syukur dan kenyataannya. Seandainya ia bisa melihat langsung, tentunya ia akan melihat kebosanan dan kemarahannya. Tentunya ia memilih dosa karena membohongi anggota badannya, kalau begitu lebih baik orang yang menikmati kesenangan dunia dengan penuh keyakinan kepada Allah sebab pada hakikatnya orang yang menikmati kesenangan dunia adalah melakukan sesuatu yang diperbolehkan Allah dan barang siapa menimbulkan kebosanan dan kemarahan pada anggota badannya pada hakikatnya melakukan sesuatu yang diharamkan Allah".
Dari penjelasannya, beliau memberikan pembenaran dan pembelaan yang kuat bahwa seorang sufi boleh hidup mewah di dunia dengan catatan memakai pakaian yang mahal dengan niat menampakkan nikmat Allah bukan untuk memuaskan nafsunya. Juga makan dan minum yang lezat dengan niat agar seluruh anggota badannya dapat bersyukur dengan anugerah yang telah diberikannya.
Bahkan beliau tidak menghendaki seorang sufi yang miskin, kelemproh, lusuh, kumal, dekil dan kucel. Ini dibuktikan dalam sejarah, beliau selalu memakai pakaian yang mewah dan mahal, berkendaraan yang bagus dan berbagai fasilitas yang serba lux, sangat berbeda dengan gaya hidup para sufi pada umumnya. Toh beliau tetap mempunyai reputasi dan nama yang harum sebagai sufi agung, dijadikan panutan dan dikagumi hingga sekarang. Sebab kenyataannya beliau menggunakan fasilitas kemewahan dunia semata-mata untuk kepentingan ibadah kepada Allah dan untuk kepentingan umum umat Islam pada zamannya, sebuah ibadah sosial yang dianjurkan dalam Islam.
Imam al-Syadzili mengilustrasikan gaya hidup mewahnya dengan sebuah kisah. Pada suatu hari ada seeorang yang hendak bertemu Imam Abu Hasan Ali al-Syadzili di rumahnya. Karena belum tahu rumahnya, ia bertanya kepada orang lain, orang itu segera pergi ke tempat yang ditunjukkan, begitu sampai ke alamatnya, ia tidak jadi masuk ke rumah itu, karena ia mendapatkan sebuah bangunan rumah bagai istana raja yang sangat indah dan megah. Ia tidak percaya kalau itu rumah tempat tinggal imam yang dicarinya. Dalam hatinya ia yakin bahwa seorang wali tidak akan hidup semewah itu. Seorang wali adalah orang yang hidup sederhana dan pasti mengamalkan zuhud, yaitu sikap menjauhi dunia. Melihat kenyataan itu, ia segera pulang, tetapi di tengah jalan ia berjumpa dengan seorang pengendara kereta kuda yang mewah mempersilakan naik bersamanya. Dengan penuh rasa waswas akhirnya ia menerima tawaran orang tersebut. Dalam pembicaraan di atas kereta, diketahuilah bahwa pengendara kereta itu tidak lain Imam Abu Hasan as-Syadzili sendiri.
Ketika ia tahu siapa yang ditumpanginya, ia pun tidak berani menyembunyikan niatnya semula dan mengatakan bahwa sebenarnya ia baru saja pergi ke rumah beliau. Namun niat itu digagalkan karena tidak percaya bahwa rumah itu adalah rumah Sang Imam. Mendengar penuturan tersebut, Imam Abu Hasan kemudian memberikan sebuah gelas yang berisi minuman anggur pilihan. Ia sangat kagum karena selama hidupnya belum pernah melihat dan meminum anggur semacam itu. Rasa kagum itu membuatnya merasa takut kalau anggur itu tumpah atau gelasnya terlepas dari genggamannya. Apalagi kereta yang ia tumpangi sedang lari kencang mengelilingi kota. Seluruh perhatiannya tertuju pada gelas dan anggur sehingga ia tidak bisa menikmati indahnya perjalanan dan megahnya pemandangan kota sekelilingnya.
Setelah selesai mengelilingi kota, kereta beliau berhenti di halaman rumahnya tanpa disadari orang tersebut, ia terus saja memperhatikan anggurnya. Ia baru sadar setelah Sang Imam bertanya kepadanya: "Bagaimana perjalanan tadi, apakah kamu bisa menikmati keindahan kota ini?" Ia tidak bisa menjawab karena selama perjalanan memang tidak melihat apa-apa selain anggur yang ada di tangannya. Sebelum orang itu menjawab, Imam Syadzili melanjutkan kata-katanya, "Nah, antara kamu, keindahan kota dan anggur di tanganmu itu ibarat aku sendiri dengan hartaku dan Allah dalam batinku. Karena perhatianku hanya tertuju kepada Allah, aku tidak pernah peduli apakah kota ini indah atau tidak." Orang itu memahami apa yang dilihat dan didengarnya. Ia gembira karena mendapatkan pelajaran zuhud dari Sang Imam.

Pengertian zuhud yang sebenarnya ialah meninggalkan ketamakan dalam urusan keduniaan sehingga lupa ketaatan kepada Allah, serta lengah untuk mencari bekalan hidup di akhirat nanti, inilah pengertian bagi zuhud di dunia. 
Maka sesiapa yang mempunyai sifat zuhud ini, pasti dia akan dicintai oleh Allah dan seluruh manusia. 

Sabda Rasulullah SAW: Berlaku zuhudlah di dunia, pasti dicintai oleh Allah dan berlaku zuhudlah terhadap milik orang lain, pasti dicintai oleh sesama manusia.

Selain itu, hendaklah jangan timbul perasaan ingin memiliki sesuatu yang bukan kepunyaan diri kita, sehingga timbul hasrat ingin merebut atau merampas barang yang bukan hak kita. Inilah yang di artikan sebagai zuhud dengan apa yang ada pada manusia, kalau ini kita jadikan sebagai pegangan hidup kita, pasti tidak akan ada orang yang membenci pada diri kita dan kita akan dicintai oleh manusia yang lain.
Demikian lah zuhud dalam Islam, jika selain dari ini, maka ia bukan lah dari ajaran Islam, tetapi hanyalah ciptaan, atau di jiplak dari agama lain.  
Lihat lah sejarah Rasulullah s.a..w, beliau lah sezuhud- zuhud manusia di dunia ini, tetapi beliau bersabda :  
Badan mu itu wajib kamu penuhi haknya.
Artinya Rasulullah SAW menjalankan tanggunggungjawabnya  beribadah kepada Allah, Rasulullah juga adalah seorang  manusia, mengamalkan apa yang biasa di lakukan oleh manusia, Rasulullah juga makan dan minum, Rasulullah juga tidur, kahwin, beristirehat, bersenda gurau, berkumpul dengan keluarganya dan lain-lain lagi.
Pernah di riwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dalam suatu hadis, Rasulullah SAW pernah bersabda kepada sahabat nya : 

Demi Allah, sesungguh nya aku ini adalah orang yang tertaqwa di antara kamu semua kepada Allah dan paling takut kepada Nya, tetapi aku juga berpuasa dan berbuka, aku juga bersembahyang (malam) tetapi juga tidur, juga aku kahwin dengan para wanita. Maka barangsiapa yang enggan pada cara perjalanan ku, maka ia bukanlah termasuk dalam golongan ku.

Maka jelas kepada kita, zuhud bukan lah bermaksud meninggalkan dunia secara total, cuma sekadar jangan keterlaluan dalam mengejar dunia sehingga melupakan akhirat. Ini konsep BALANCE LIFE

Tidak ada komentar:

Posting Komentar