TRAINER HEBAT

TRAINER HEBAT

Minggu, 09 Juni 2013

KESEIMBANGAN AKHLAK MULIA


KESEIMBANGAN AKHLAK MULIA
 
Menurut Imam al-Suyuti ada beberapa ciri akhlak mulia yang apabila seseorang memiliki kreteria ini nescaya dia akan mencapai kesempurnaan dalam keperibadiannya. Tiga ciri tersebut ialah:
Pertama, menjauhi permusuhan. Tanda orang yang memiliki akhlak yang mulia ialah dia sentiasa berusaha menjauhi persengketaan dan perselisihan. Perbuatan suka mencari alasan untuk bermusuhan jelas menunjukkan nilai akhlak yang rendah. Sedangkan orang yang akhlaknya tinggi ialah cinta kepada keamanan, persatuan, kedamaian, kasih sayang dan nilai-nilai kemanusiaan. Orang-orang yang tinggi akhlaknya bukan saja mampu memaafkan tetapi juga segera untuk memohon maaf jika melakukan kesalahan.
Ciri kedua, orang yang tinggi akhlaknya seperti yang disebutkan oleh Imam As-Suyuti ialah mempunyai kesedaran sekaligus mengamalkan nilai keadilan. Jadi, adil adalah teras kepada nilai tinggi akhlak, sementara orang-orang yang gemar menganiaya orang lain, mengutamakan kepentingan diri, suka menghukum sesuatu dengan emosi dan perasaan marah, tidak tahu bersabar, tidak melihat kebaikan dan kebajikan masyarakat di sekitarnya sesungguhnya adalah wajah golongan yang tidak berakhlak.
Ciri ketiga orang-orang yang berakhlak tinggi ialah orang yang tidak mencari-cari kesalahan orang lain. Orang yang berkeperibadian tinggi sesungguhnya tidak mempunyai masa untuk mencari-cari kesalahan orang lain. Sebaliknya hanya orang yang akhlaknya rendah saja yang gemar mencari-cari kesalahan orang lain, Mengarang-ngarang cerita, suka bermain gosip dan mereka-reka fitnah terhadap orang lain.
Orang yang tidak berakhlak ini menjadi pelanggan tetap bursa fitnah, umpatan dan dia juga pelanggan kepada saluran mencari kecacatan serta keaiban orang lain, yang lagaknya seperti “kuman di seberang lautan dapat dilihat, gajah di depan mata tidak kelihatan”. Jika kita sentiasa bermuhasabah mencari dan menyadari kesalahan diri pastilah kita tidak disibukkan dengan mencari kesalahan dan kelemahan orang lain. Luqman al-Hakim pernah berpesan.

“Barangsiapa yang melihat aibnya sendiri,
maka dia akan meninggalkan kebiasaan mencari aib orang lain. Barangsiapa yang rela dengan rezeki yang dianugerahkan oleh Allah, maka dia tidak akan bersedih jika orang lain mendapat kelebihan rezeki, barangsiapa yang menghunus pedang untuk menganiaya orang lain, tangannya akan terpotong oleh pedang itu sendiri,
barangsiapa yang menggali lobang untuk saudaranya,
dia sendiri akan terjerumus ke dalam lobang itu,
barangsiapa yang membuka aib orang lain,
aibnya sendiri juga akan tersingkap,
barangsiapa yang lupa akan kesalahan diri sendiri,
dia akan selalu menganggap besar kesalahan orang lain”.

Seluruh lapisan masyarakat dan kelas atas sampai rakyat jelata mencari jalan keluar dari kemelut yang berkepanjangan bangsa Indonesia. Semuanya sibuk mempermasalahkan berbagai bidang kehidupan bangsa, bukanlah mencari solusi untuk mengatasinya. Mungkin bisa mulai dari sekarang merancang suatu solusi dengan menelusuri penyebab timbulnya masalah bangsa ini, diantara penyebab yang paling potensial adalah krisis akhlak yang telah merasuk dan menjiwai hampir semua masyarakat Indonesia siapapun orangnya jika telah memiliki krisis akhlak, maka dirinya tidak akan membawa manfaat bagi orang lain.
Akhlak bisa dijadikan sebagai alat ukur kesuksesan seseorang, Sayangnya masyarakat Indonesia sering mengakui kesuksesan seseorang dari harta kekayaan, gelar, pangkat, jabatan, kedudukan dan popularitas serta penampilannya. Akibatnya banyak anak bangsa ini berusaha dengan segala cara untuk memperoleh hal-hal tersebut demi untuk kesuksesannya tanpa mengindahkan syari'at agama masing-masing. Banyak orang yang bangga dan terhormat dengan gelar-gelar pada dirinya walaupun mungkin dengan cara membeli. Hal ini akan memberikannya sebuah kepercayaan diri untuk tampil di muka umum, padahal sebenarnya ia hanyalah sosok yang hidup dalam kepalsuan, sandiwara dan sama sekali tidak terhormat. Ada yang merasa bangga ketika mendapat jabatan, padahal pribadinya tidak bisa menjadi suri tauladan. Keputusannya tidak menjadikan sebuah solusi dan tidak mencerminkan kearifan, karena jabatannya digunakan untuk kepentingan pribadi, bukan untuk bangsanya. Ada yang merasa bangga dengan popularitas, karena dengan itu akan banyak di kenal orang dan dapat dimanfaat-kan untuk mendapatkan kemudahan-kemudahan. Kesemuanya itu dikarenakan niat yang jelek, bu-kan niat untuk membangun bangsanya.
Kini semua harus sepakat bahwa alat ukur ke-suksesan bukanlah topeng dunia yang sudah di-sebutkan tadi. Islam memandang bahwa sesung-guhnya orang yang paling mulia disisi Allah adalah orang yang paling taqwa dan paling berhasil mem-baca, menggali, dan memompa potensi dirinya, sehingga bisa berkarier yang terbaik dijalan Allah. Itu akan memberikan manfaat bagi dirinya dan ba-gi orang lain serta martabat bagi dunianya dan membawa arti bagi akherat nanti. Itulah makna dari sebuah kesuksesan.
Orang yang sukses adalah orang yang mampu menyukseskan dirinya dan orana lain. Orang lain merasa sukses karena mendapat sesuatu yang bermanfaat dari orang yang sukses bukannya o-rang sukses di dunia ini, karena ia banyak harta tapi banyak pula orang lain teraniaya karena harta kekayaannya dikarena dengan cara korupsi, me-nindas bawahan dan segudang keburukan la-innya. Memang tidak ada orang yang menolak sukses, tapi tidak sedikit orang yang tidak tahu cara mencapai kesuksesan yang hakiki yaitu memperoleh akhlak yang mulia.
Untuk meraih suatu solusi dalam rangka keluar dari krisis multi dimensi yang berkepanjangan ini dengan suatu konsep yaitu 7B (Beribadah dengan benar; Bertaqwa dengan baik; Belajar tiada henti; Bekerja keras dan ikhlas; Bersahaja dalam hidup; Bantu sesama; Bersihkan hati selalu). Kalau tahapan-tahapan tersebut dilaksanakan dengan baik tentu ada harapan yang terang menanti kemakmuran bangsa ini. #BalanceLifeTraining ... @akhirudindc ... akhirudindc@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar