KESEIMBANGAN AKHLAK MULIA
Menurut Imam al-Suyuti ada beberapa ciri
akhlak mulia yang apabila seseorang memiliki kreteria ini nescaya dia akan
mencapai kesempurnaan dalam keperibadiannya. Tiga ciri tersebut ialah:
Pertama, menjauhi
permusuhan. Tanda orang yang memiliki akhlak yang mulia ialah dia sentiasa
berusaha menjauhi persengketaan dan perselisihan. Perbuatan suka mencari alasan untuk bermusuhan jelas menunjukkan
nilai akhlak yang rendah. Sedangkan orang yang akhlaknya tinggi ialah cinta
kepada keamanan, persatuan, kedamaian, kasih sayang dan nilai-nilai
kemanusiaan. Orang-orang yang tinggi akhlaknya bukan saja mampu memaafkan
tetapi juga segera untuk memohon maaf jika melakukan kesalahan.
Ciri kedua,
orang yang tinggi akhlaknya seperti yang disebutkan oleh Imam As-Suyuti ialah
mempunyai kesedaran sekaligus mengamalkan nilai keadilan. Jadi, adil adalah
teras kepada nilai tinggi akhlak, sementara orang-orang yang gemar menganiaya
orang lain, mengutamakan kepentingan diri, suka menghukum sesuatu dengan emosi
dan perasaan marah, tidak tahu bersabar, tidak melihat kebaikan dan kebajikan
masyarakat di sekitarnya sesungguhnya adalah wajah golongan yang tidak berakhlak.
Ciri ketiga
orang-orang yang berakhlak tinggi ialah orang yang tidak mencari-cari kesalahan
orang lain. Orang yang berkeperibadian tinggi sesungguhnya tidak mempunyai masa
untuk mencari-cari kesalahan orang lain. Sebaliknya hanya orang yang akhlaknya
rendah saja yang gemar mencari-cari kesalahan orang lain, Mengarang-ngarang
cerita, suka bermain gosip dan mereka-reka fitnah terhadap orang lain.
Orang yang tidak
berakhlak ini menjadi pelanggan tetap bursa fitnah, umpatan dan dia juga
pelanggan kepada saluran mencari kecacatan serta keaiban orang lain, yang
lagaknya seperti “kuman di seberang lautan dapat dilihat, gajah di depan
mata tidak kelihatan”. Jika kita sentiasa bermuhasabah mencari dan
menyadari kesalahan diri pastilah kita tidak disibukkan dengan mencari
kesalahan dan kelemahan orang lain. Luqman al-Hakim pernah berpesan.
“Barangsiapa yang
melihat aibnya sendiri,
maka dia akan
meninggalkan kebiasaan mencari aib orang lain. Barangsiapa yang rela dengan
rezeki yang dianugerahkan oleh Allah, maka dia tidak akan bersedih jika orang
lain mendapat kelebihan rezeki, barangsiapa yang menghunus pedang untuk
menganiaya orang lain, tangannya akan terpotong oleh pedang itu sendiri,
barangsiapa yang
menggali lobang untuk saudaranya,
dia sendiri akan terjerumus
ke dalam lobang itu,
barangsiapa yang
membuka aib orang lain,
aibnya sendiri juga
akan tersingkap,
barangsiapa yang lupa
akan kesalahan diri sendiri,
dia akan selalu
menganggap besar kesalahan orang lain”.
Seluruh lapisan
masyarakat dan kelas atas sampai rakyat jelata mencari jalan keluar dari
kemelut yang berkepanjangan bangsa Indonesia. Semuanya sibuk mempermasalahkan
berbagai bidang kehidupan bangsa, bukanlah mencari solusi untuk mengatasinya.
Mungkin bisa mulai dari sekarang merancang suatu solusi dengan menelusuri
penyebab timbulnya masalah bangsa ini, diantara penyebab yang paling potensial
adalah krisis akhlak yang telah merasuk dan menjiwai hampir semua masyarakat
Indonesia siapapun orangnya jika telah memiliki krisis akhlak, maka dirinya
tidak akan membawa manfaat bagi orang lain.
Akhlak bisa dijadikan
sebagai alat ukur kesuksesan seseorang, Sayangnya masyarakat Indonesia sering
mengakui kesuksesan seseorang dari harta kekayaan, gelar, pangkat, jabatan,
kedudukan dan popularitas serta penampilannya. Akibatnya banyak anak bangsa ini
berusaha dengan segala cara untuk memperoleh hal-hal tersebut demi untuk
kesuksesannya tanpa mengindahkan syari'at agama masing-masing. Banyak orang yang bangga dan terhormat dengan gelar-gelar
pada dirinya walaupun mungkin dengan cara membeli. Hal ini akan memberikannya
sebuah kepercayaan diri untuk tampil di muka umum, padahal sebenarnya ia
hanyalah sosok yang hidup dalam kepalsuan, sandiwara dan sama sekali tidak
terhormat. Ada yang merasa bangga ketika mendapat jabatan, padahal pribadinya
tidak bisa menjadi suri tauladan. Keputusannya tidak menjadikan sebuah solusi
dan tidak mencerminkan kearifan, karena jabatannya digunakan untuk kepentingan
pribadi, bukan untuk bangsanya. Ada yang merasa bangga dengan popularitas,
karena dengan itu akan banyak di kenal orang dan dapat dimanfaat-kan untuk
mendapatkan kemudahan-kemudahan. Kesemuanya itu dikarenakan niat yang jelek,
bu-kan niat untuk membangun bangsanya.
Kini semua harus
sepakat bahwa alat ukur ke-suksesan bukanlah topeng dunia yang sudah
di-sebutkan tadi. Islam memandang bahwa sesung-guhnya orang yang paling mulia
disisi Allah adalah orang yang paling taqwa dan paling berhasil mem-baca,
menggali, dan memompa potensi dirinya, sehingga bisa berkarier yang terbaik
dijalan Allah. Itu akan memberikan manfaat bagi dirinya dan ba-gi orang lain
serta martabat bagi dunianya dan membawa arti bagi akherat nanti. Itulah makna
dari sebuah kesuksesan.
Orang yang sukses
adalah orang yang mampu menyukseskan dirinya dan orana lain. Orang lain merasa
sukses karena mendapat sesuatu yang bermanfaat dari orang yang sukses bukannya
o-rang sukses di dunia ini, karena ia banyak harta tapi banyak pula orang lain
teraniaya karena harta kekayaannya dikarena dengan cara korupsi, me-nindas bawahan
dan segudang keburukan la-innya. Memang tidak ada orang yang menolak sukses,
tapi tidak sedikit orang yang tidak tahu cara mencapai kesuksesan yang hakiki
yaitu memperoleh akhlak yang mulia.
Untuk meraih suatu
solusi dalam rangka keluar dari krisis multi dimensi yang berkepanjangan ini
dengan suatu konsep yaitu 7B (Beribadah dengan benar; Bertaqwa dengan baik;
Belajar tiada henti; Bekerja keras dan ikhlas; Bersahaja dalam hidup; Bantu
sesama; Bersihkan hati selalu). Kalau tahapan-tahapan tersebut dilaksanakan
dengan baik tentu ada harapan yang terang menanti kemakmuran bangsa ini. #BalanceLifeTraining ... @akhirudindc ... akhirudindc@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar