TRAINER HEBAT

TRAINER HEBAT

Selasa, 04 Juni 2013

KEJUJURAN YANG SEIMBANG


KEJUJURAN YANG SEIMBANG

 
1.      Jujur kepada diri sendiri
Kejujuran adalah lawan kata dari kebohongan. Dan orang orang yang berbohong adalah orang yang menipu dirinya sendiri, menipu Allah dan menipu masyarakat luas. Orang yang tidak jujur karena ia tampil sebagai seorang yang berjiwa pengecut atau moral cowardice, yang kehilangan keperibadiannya untuk menutupi kelemahan-kelemahan dirinya (weakness recovery). Islam sebagai suatu agama pada dasarnya mengajarkan pemeluknya untuk jujur. Sholat misalnya, salah satu dimensi moral yang dilahirkannya adalah kejujuran. Kita tidak pernah mendengar ada orang yang menipu jumlah rakaat dalam sholatnya, biarpun ia sholat sendirian.
Orang tidak akan pernah jujur selama ia tidak memiliki makna hidup yang sebenarnya, yaitu berpihak kepada kebenaran. Jujur kepada diri sendiri berarti memulai dengan sikap disiplin, taat dan mengakui batas kemampuan yang dimiliki serta menyadari kelemahan dirinya. Orang yang jujur pada dirinya sendiri adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya untuk tidak melaksanakan kehendak apabila keinginannya tidak sesuai dengan kemampuan dan ilmu yang dimilikinya. Dia tidak akan melakukan suatu kepalsuan atau kebohongan hanya karena untuk gengsi dan prestise. Kejujuran baginya adalah kebenaran dirinya untuk berkonfrontasi dengan dorongan nafsu ammarah yang bertentangan dengan nilai-nilai ilahiyah dalam qolbunya.
Ia akan membeli gelar dengan gelar palsu, karena masyarakat memandang gelar adalah suatu kehormatan. Ia sangat bangga dan merasa terpandang dengan jabatan, padahal dirinya tidak mencerminkan tauladan, keputusannya pun tidak memberikan solusi, bahkan tidak mencerminkan kearifan.

2.      Jujur kepada orang lain
Sikap jujur/tulus kepada orang lain, berarti prihatin melihat penderitaan mereka. Karena seorang shodiq memiliki empati yang kuat dan sikap melayani (sense of stewardship). Sikap melayani juga sama halnya dengan sikap menghubungkan silaturrahim yang intinya berbuat untuk suatu kebaikan. Dalam ajaran Islam orang yang menjalankan silaturrahim memiliki dua nilai, yaitu diluaskan Allah rezkinya dan dipanjangkan (diberkahi) Allah umurnya (hadis muttafaqun 'alaih dari Anas bin Malik ra).
Dalam hubungannya dengan pekerjaan, orang yang jujur akan melahirkan pekerjaan yang energik penuh antusias dan optimisme. Orang yang jujur kepada orang lain adalah orang yang melaksanakan tugas-tugasnya tidak merasa terhambat oleh berbagai kebohongan dilingkungannya yang akan merusak dirinya. Karena mereka menyadari bahwa dalam setiap kebohongan akan diikuti oleh kebohongan-kebohongan lainnya. Para psikolog membuktikan bahwa kebohongan akan melahirkan penyakit mental, yaitu timbul rasa takut, stress dan merasa dikejar-kejar oleh kebohongan yang dilakukannya yang pada gilirannya akan membawa kepada penyakit psikis yang berakibat terganggunya hubungan antar keluarga, kawan sejawat bahkan masyarakatnya.
Dalam Islam sikap shiddiq, amanah, tabligh dan fathonah, adalah sikap yang diajarkan Nabi Muhammad Rasulullah SAW yang dicontohkannya dalam prilaku kehidupan beliau sehari-hari sehingga beliau sangat dikagumi, dicintai, dihormati oleh sahabat-sahabat nya maupun lawan-lawannya. Jika seorang pemikir mengatakan 'aku ada karena aku berfikir', maka orang jujur akan mengatakan, ' aku ada karena aku bersama orang lain untuk menegakkan kebenaran dan kejujuran. Jujur kepada orang lain adalah suatu sikap kerinduan untuk memberi manfaat/kontribusi baik material maupun immaterial, sebagaimana ditamsilkan Allah dalam surah Ibrahim/14 ayat 24-25,
Artinya:
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik (Termasuk dalam kalimat yang baik ialah kalimat tauhid, segala ucapan yang menyeru kepada kebajikan dan mencegah dari kemungkaran serta perbuatan yang baik. Kalimat tauhid seperti laa ilaa ha illallaah) seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.

Dan hadis shohih Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan, 'khoirukum anfauhum linnas'. Sebaik-baik kamu adalah orang yang memberikan manfaat/kontribusi kepada manusia. Bagaikan air suci yang mensucikan, ia tidak hanya ingin memurnikan dirinya sendiri, tetapi ada semacam sacred mission/misi suci untuk mengajak orang lain berbuat benar dan jujur sebagai rasa tanggungjawabnya untuk melangkah menapaki jalan-jalan Allah.

3.       Jujur kepada Allah
Jujur kepada Allah, berarti berbuat dan memberikan segala sesuatu baik dalam ibadah dan bermuamalah karena dan untuk Allah sebagaimana firman-Nya, "Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi kepada-Ku". Demikian juga dalam surah yang lain al-An'am/6: 162:
Artinya:
Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.

Jujur kepada Allah juga adalah menyangkut hati nurani. Orang yang jujur kepada Allah, bahwa ia merasakan dirinya senantiasa dilihat oleh Allah. Nabi Muhammad Rasulullah SAW mengingatkan kepada kita dalam beribadah kepada Allah hendaknya kita seolah-olah melihat Allah, jikapun kita tidak dapat melihatNya, niscaya Allah melihat kita. Bagi orang yang jujur kepada Allah, batinnya merasakan kehadiran Allah dalam dirinya, sehingga tidak akan pernah terlintas dalam pikiran dan qolbunya untuk berbohong. Karena berbohong bagi mereka merupakan pengingkaran yang amat nyata terhadap keimanannya.
Artinya:
Sesungguhnya orang yang mengadakan kebohongan hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah dan mereka itu adalah orang-orang pendusta (QS. al-Nahl/16: 105).

Orang yang jujur kepada Allah maka ia akan aplikasikan segala perbuatannya dengan benar dan baik semata-mata karena Allah sebagai konsekwensi dari perkataannya ketika mengucapkan 'inni wajjahtu wajhia lilladzi fatarossamawati wal ardh...' aku hadapkan wajahku kepada Yang Menciptakan langit dan bumi. Orang yang jujur kepada Allah ia tidak akan meminta bantuan dan pertolongan kepada makhluk dalam memenuhi hajat hidupnya.
Ucapan 'iyyakana'budu wa iyya kanasta'in, ihdinash shiratol mustaqim' ia hunjamkan dalam-dalam ke lubuk hatinya, sehingga pernyataan kalam Ilahi itu merupakan komitmen yang secara terus menerus diperjuangkannya agar tidak keluar atau menyimpang dari koridor yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya.
Dengan demikian, amanah (terpercaya dan jujur) yang disimbolkan dengan jari tangan jempol. Acungan jempol menurut masyarakat kita selalu diarahkan bagi mereka yang memiliki sifat jujur ini, bukan karena kedudukannya, bukan pula karena hartanya. 
Dengan membudayanya sikap jujur, hidup kita menjadi bermartabat. Jujur itu hendaknya bukan hanya wacana, tetapi diwujudkan dalam perbuatan nyata. Dengan sikap ini penyalahgunaan formalin, boraks, MSG (mono sodium glumat) dan zat pewarna lainnya, yang dapat menimbulkan dampak kumulatif yang berbahaya bagi kesehatan tidak perlu terjadi. Para pedagang dan pengusaha perlu memperlihatkan sifat al-tajirul amin (pengusaha, pedagang yang amanah), dalam berbagai situasi termasuk tidak menampakkan aji mumpung, sehingga sewa rumah dengan tiba-tiba melambung manakala permintaan menjadi meningkat, begitu juga jenis barang dan jasa lainnya. Harga-harga barang menanjak naik manakala menghadapi momen-momen penting seperti tahun baru, hari raya, kenaikan BBM dan gaji. Harga hewan sembelihan qurban luar biasa meningkat hampir dua kali lipat menjelang lebaran haji, karena permintaan meningkat dan supply terbatas. Bahkan pada momen-momen tertentu, ada pula yang menimbun sehingga harga meroket, demi meraih keuntungan pribadi meskipun mencekik leher masyarakat. Dalam hal ini Rasulullah SAW mengingatkan kita “Barangsiapa yang menimbun makanan empat puluh hari, maka lepaslah Allah darinya, dan dirinya lepas dari jaminan Allah”. #BalanceLifeTraining ... @akhirudindc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar