TRAINER HEBAT

TRAINER HEBAT

Kamis, 13 Juni 2013

MENAKAR BALANCE LIFE



MENAKAR BALANCE LIFE
 
Diantara berbagi pilihan hidup untuk memperoleh piliham yang terbaik dan tepat dalam tatanan yang harmonis pada kehidupan pribadi manusia dan alam semesta, maka dibutuhkan sebuah system yang tepat yang dapat menyelesaikan berbagai persoalan. Sejalan dengan ini, maka munculah berbagai macam pemikiran ataupun ideologi-ideologi yang semua itu menawarkan konsep-konsep yang diangggap paling bijaksana untuk menjalani kehidupan ini. Akan tetapi pemikiran-pemikiran atau ideologi-ideologi tersebut kadangkala hanya menitikberatkan pada satu sisi saja tanpa melihat dari dari sisi lain dalam kehidupan ini. Hal inilah yang perlu diperhatikan, karena dengan tidak adanya keseimbangan dalam ideologi tersebut maka akan menimbulkan beberapa masalah dalam aspek kehidupan manusia itu sendiri.
Sebelum barbicara lebih jauh lagi, alangkah baiknya jika kita mengetahui tetlebih dahulu apa itu keseimbangan menurut para ahli. Secara umum, keseimbangan dapat kita pahami yaitu posisi tegak ditengah antara dua hal, yang kedua hal tersebut sama atau hampir sama sehingga tidak cenderung kesalah satu diantara kedua hal tersebut. Seimbang juga berarti sebanding sepadan, atau kesamaan. Dalam persepektif islam, keseimbangan disebut dengan istilah tawaazun.
Yusuf Al-Qardawi memberikan definisi seimbang dengan istilah Al-Wasthiyyah (moderat) atau dengan ungkapan yang senada dengan Leksikon Islam yaitu At-Tawaazun dalam artian “keseimbangan diantara dua jalan atau dua arah yang saling bertentangan. Salah satu dari dua arah tersebut tidak dapat mengambil hak yang lebih banyak dan melampaui yang lain.”
Kemudian mengenai pengertian keseimbangan ini, Plato lebih menitikberatkan pada nilai keindahan. Jika segenap potensi-potensi jiwa terdidik sedemikian rupa, tanpa adanya ketidak adilan dan dijauhkan dari kelebihan ataupun kekurangan, maka jiwa akan menjadi indah. Jadi segala sesuatu itu memiliki ukurannya masing-masing, yaitu sebuah ukuran ideal. Selanjutnya, Plato juga mengatakan “seseorang dapat dikatakan sempurna bilamana akhlak dan potensinya sudah seimbang.”
Sedangkan menurut Ibn Maskawaih, keseimbangan diartikan sebagai hubungan yang proporsional diantara segala sesuatu. Berusaha untuk bersikap seimbang berarti mendidik jiwa untuk selalu sederhana dalam segala hal, yang selanjutnya kesederhanaan ini akan menjadi sebuah sikap yang menetap dalm diri dan pribadi seseorang.
Keseimbangan antara cita-cita dan fakta yang diperhitungkan sehingga tercapai kondisi jiwa yang seimbang atau dalm kondisi pertengahan. Untuk itu, hendaknya segala sesuatu ditempatkan sesuai pada tempat dan haknya. Ada sebuah pernyataan AM. Saefuddin yang nampaknya merupakan hasil refleksi yang cukup mendalam: “segala hal idealnya akan mempribadi secara seimbang. Didalam konflik yang berkepanjangan antara hak dan bathil kita akan menemukan keseimbangan. Dari inequilibrium ke equilibrium. Demikian seterusnya hingga kita hinggap pada istiqomah, yakni titik keseimbangan.” @akhirudindc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar